In Silence, In Darkness.

Wardatul Jannah
Chapter #18

17 - Kecewa

Di atas karpet bulu ruang tengah, Luna sibuk bermain dengan buah-buahan dan alat memasak mainan. Ibu sedang menyiapkan makan malam di dapur, aku dipintanya untuk bermain bersama Luna. Ayah Luna sedang di luar. Hubunganku dengan Ibu tidak sekaku hari pertama dia membawaku ke sini, kusyukur akan itu.

Sebenarnya tidak bisa dikatakan bermain, soalnya hanya Luna sendirian yang sibuk dengan dunianya. Dia juga sepertinya masih dalam tahap untuk terbiasa denganku, belum dekat. Aku pun juga sibuk dengan duniaku, melirik ke arah ponsel dalam genggamanku. Masih sama, Kak Arven yang kupikirkan. Walau tadi sepulang sekolah kuabaikan, dia tetap berusaha membuka obrolan denganku di WhatsApp.

Kak Arven : Adara, kamu mau sate gak? Kalo mau, aku beliin dan kita makan di gazebo. Gimana?

Itu chat darinya yang baru masuk. Kutatap hampa. Hanya kubaca.

Kak Arven: Atau kamu mau makan yang lain? Mau es krim? Mie? Adara, balas dong!

Aku pengin juga balas, Kak. Tapi, gak boleh. Nanti Mama sama Ayah Kak Arven marah gara-gara Kak Arven dekat sama aku. Ingin sekali aku membalasnya seperti itu. Tak terealisasi. Sampai sepersekian detik kemudian, Kak Arven meneleponku yang langsung kutolak.

Kak Arven: Adara, angkat dong! Atau enggak, balas chat aku. Kamu kenapa, sih?

Usahanya tak kuhargai. Setelah membaca yang baru saja masuk, aku mematikan ponselku. Menaruhnya asal ke sebelahku. Lalu mengusap wajah, seperti orang yang sedang frustrasi. Kudekatkan diri ke Luna, sok-sokan dekat, upaya membuatnya mau bermain denganku.

"Adara! Luna! Ayo makan!" Ibu datang. Dia menggendong Luna, membawa putri kecilnya menuju meja makan. Aku mengekorinya, ponsel kutinggalkan di dekat tempat kududuk tadi.

"Iya, aku masih lapar. Terus penasaran gimana rasanya sup buatan calon mertua, hehe."

Melihat masakan Ibu, aku jadi rindu Kak Arven. Tepatnya saat dia menyebut 'calon mertua' ke Ibu. Ah tidak, sebetulnya segala yang ada di diri Kak Arven kurindukan. Aku ingin makan lagi bersama dia. Dia penyemangatku yang terbaik, tapi harus kulepas menjauh.

***

Kak Ardino sudah tiba, untuk menjemputku.

"Gimana? Udah semangat pergi sekolah?" tanyanya ketika kembali menghidupkan motor yang sebelumnya dia matikan ketika memanggilku.

Lihat selengkapnya