IN THE LIGHT OF FOUR

mahes.varaa
Chapter #3

RASA INGIN TAHU YANG TAK TERJAWAB

Pagi itu, Ayah tak mengucapkan sepatah kata pun tentang kejadian semalam. Ia hanya memanggil Mary dengan suara hangat seperti biasanya, mengajaknya sarapan dengan tenang, seolah malam sebelumnya tak pernah terjadi. Setelah itu, pria itu berangkat kerja seperti biasa, dengan langkah teratur dan wajah datar yang sulit dibaca. 

Begitu pula dengan Ibu. Tak ada kalimat, tak ada lirik, tak ada isyarat untuk membahas apapun tentang mimpi buruk yang nyaris membuatnya panik semalam, sampai-sampai harus membangunkan Ayah. 

Semua berjalan seperti biasa. Tapi justru karena itu … Mary tahu. 

Ayah pasti akan membicarakannya. Bukan sekarang, tapi nanti … di saat suasana lebih tenang dan tidak ada yang mengganggu. 

Dan benar saja. Sore harinya Ayah pulang lebih awal dari biasanya. Wajahnya tenang, tapi nada suaranya mengeras sedikit saat memanggil Mary dari depan rumah. 

“Mary, ayo ikut Ayah. Kita perlu bicara.” 

Mary mengangguk pelan tanpa menjawab, lalu mengikuti langkah Ayah yang sudah berjalan lebih dulu. Ia bahkan tak berani berjalan di sampingnya, hanya mengikuti dari belakang dengan kepala tertunduk dan perasaan yang terasa mengendap dalam dada. 

Tujuan mereka jelas. Sebuah jalan kecil tak jauh dari rumah yang diapit oleh sawah dan aliran sungai yang mengalir tenang. Tempat itu sudah seperti tempat rahasia kecil mereka berdua-tempat di mana topik-topik berat bisa dibicarakan tanpa tekanan, diiringi semilir angin dan suara gemericik air. 

Di sepanjang tepi sawah, bunga matahari tumbuh mekar dengan tinggi hampir sepinggang. Bunga itu ada dalam daftar bunga kesukaan Mary. Warna bunga matahari yang mirip dengan bunga marigold di mana namanya diambil adalah alasannya menyukai bunga itu. Dan Ayah tahu. Itu sebabnya, mereka selalu datang ke tempat ini jika ada sesuatu yang sulit dibicarakan di rumah. 

Mereka duduk di tepi sungai, di atas bahu yang besar yang sedikit hangat oleh sinar matahari sore. Di hadapan mereka, matahari perlahan menuruni langit, menumpahkan warna emas ke permukaan air yang mengalir. 

“Kamu tahu kenapa Ayah aja ke sini, kan, Mary?” tanya Ayah, suaranya masih terdengar serius tapi tak mengintimidasi. 

Mary mengangguk pelan, nyaris tak terlihat. “Ya, Ayah,” gumamnya. Suaranya rendah, syarat rasa bersalah. 

Ayah menarik napas panjang, lalu bertanya dengan nada yang kini mulai melembut. “Sudah sejak kapan, mimpi buruk itu?” 

Mary menunduk lebih dalam, seakan tak sanggup menatap wajah pria di sampingnya. “Kira-kira sudah hampir setahun, Yah.” 

“Hampir setahun, ya. Itu lama sekali. Kalian benar-benar, ibu dan anak,” ujar Ayah pelan. Wajahnya datar, tapi tatapan matanya menatap lekat ke arah air sungai yang mengalir, seolah sedang mencerna bertanya beban yang dipikul putrinya selama itu tanpa sepengetahuannya. 

Beberapa detik berlalu dalam diam, sebelum akhirnya ia bertanya lagi, lebih hati-hati. “Apa yang kamu lihat dalam mimpi itu, Mary?” 

Mary melirik sekilas. Tatapan ayahnya kali ini berbeda, bukan lagi sorot penuh tanya, tapi lebih seperti sorot penyesalan dan rasa terlambat memahami. Ia tahu, tadi pria itu tampak serius karena cemas, bukan marah. Tapi tetap saja, ia terlalu takut untuk berjalan di sampingnya, takut mengecewakan, takut berkata salah. 

Dan sekarang … saat pria itu duduk di sisinya dengan raut lelah tapi penuh perhatian, Mary merasa ada ruang kecil terbuka untuk mengatakan. Ruang yang selama ini tertutup rapat oleh ketakutan, kini mulai retak. 

“Dalam mimpi itu … aku lihat … “ Suara Mary nyaris seperti bisikan. Di bawah cahaya sore yang mulai redup, ai mulai menceritakan semuanya, dengan pelan, satu per satu. Ia jelaskan bagaimana sosok bayangan gelap selalu mengejarnya, bagaimana sosok itu seolah ingin menyakitinya, dan bagaimana punggungnya selalu terasa panas, terbakar di titik yang sama, setiap kali mimpi itu datang. 

Ia tak menahan air matanya. Suaranya beberapa kali bergetar, tapi ia terus bercerita. Mimpi itu bukan hanya menakutkan, itu menyakitkan, melelahkan dan terasa nyata. 

Lihat selengkapnya