IN THE LIGHT OF FOUR

mahes.varaa
Chapter #21

CINTA PERTAMA: GLEN PART 1

Tahun ketiga SMA dimulai.

Setelah libur panjang di rumahnya di kota Prema, Mary kembali ke Smara untuk melanjutkan tahun terakhirnya di sekolah itu. Hari pertama masuk, ia mendapati kenyataan yang tak terlalu mengejutkan–ia kembali satu kelas dengan Reiner, Shin, Glen, dan Leo. Menurut wali kelas lamanya, kehadiran Mary membawa perubahan besar pada empat anak laki-laki itu. 

Mereka yang dulu gemar mengerjainya, kini justru menjadi pelindung setia. Mary yang awalnya bingung, perlahan menyadari bahwa kejadian buruk yang menimpanya tidak hanya meninggalkan luka, trauma dan rasa takut. Ia juga menerima sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya–pertemanan dari Reiner, Shin, Glen, dan Leo. 

Ia masih ingat, beberapa minggu setelah peristiwa itu, ia memberanikan diri bertanya pada mereka?” 

“Kalau boleh tahu, kenapa kalian berubah sikap padaku?” 

Pertanyaan itu disambut sunyi. Hanya Glen yang akhirnya menjawab. 

“Itu keinginan Rei,” ujarnya pelan. 

Mary memiringkan kepala, tidak mengerti. Ia memang merasa bahwa di balik sikap Reiner yang kerap memusuhinya, anak itu tidak benar-benar jahat, namun, ia tak pernah tahu alasan kebencian itu muncul.

“Kenapa Reiner-” 

“Kamu mungkin mengingatkan Rei pada ibunya,” potong Glen. 

“Aku?” Mary menunjuk dirinya sendiri dengan mata menyipit, jelas tidak percaya. 

Glen sempat ragu bercerita, tapi akhirnya menyerah pada tatapan mendesak Mary. Anak dengan wajah sedikit bulat dan mata coklat tua itu mulai membuka kisah masa lalu Reiner. 

Di antara mereka berempat, hanya Reiner yang memiliki ingatan jelas tentang keluarganya. Mary tahu secuil cerita itu–tentang anak berusia lima tahun yang dibuang oleh ibu kandungnya di taman kota. Ia menunggu seharian di bangku taman, menanti sosok yang tak pernah kembali. Pihak berwenang menemukannya, namun jejak sang ibu tak pernah terungkap. 

Awalnya, Reiner yakin ibunya akan menjemputnya. Tapi seiring waktu berjalan, keyakinan dan harapan itu memudar. Saat ia menyerah, kebencian mengambil alih. Sejak hari itu, ia menolak diadopsi. Beberapa tahun kemudian, ia berpindah dari satu panti asuhan ke panti lain, hingga akhirnya tiba di kota Smara dan bertemu dengan Glen, Shin, dan Leo. 

“Aku enggak tahu bagian mana dari kamu yang mengingatkan Rei pada ibunya,” lanjut Glen. “Tapi … ada sesuatu darimu yang membuatnya teringat. Itulah sebabnya dia kesal setengah mati padamu.” 

Mary ingin bertanya lebih jauh, namun langkah kaki terdengar mendekat. Reiner muncul di ambang pintu, menatap Mary dengan sorot tajam yang masih belum sepenuhnya hilang, meski sikapnya kini sedikit melunak. 

“Jangan pernah takut pada Rei, Mary,” bisik Glen cepat. “Meski kelihatannya dia anak paling dingin, dia yang paling berani di antara kami. Dia bahkan tak gentar saat melihat pisau di tangan ibumu. Mungkin itu sebabnya kami bertiga menghormatinya, meski sikapnya kadang menyebalkan. Rei tak akan ragu untuk menyelamatkan kami, bahkan kamu.” 

Ucapan itu membangkitkan ingatan Mary. Dua momen jelas terlintas di kepalanya–saat Reiner berdiri di depannya, menjadi pelindung. Punggungnya tampak kokoh, tegap, tapi ada beban berat yang disembunyikan di sana. Entah bagaimana, Mary bisa merasakannya. 

Lihat selengkapnya