Inang Kedua

Camèlie
Chapter #18

Bab 18 Nama Yang Salah

Sabtu Malam, Pukul 20.00 WIB.

Ruang Tunggu ICU.

Suara beep monitor yang teratur dari balik kaca menjadi satu-satunya penanda waktu di ruangan steril itu.

Ardian duduk di kursi tunggu, sikunya bertumpu pada lutut, wajahnya terbenam di telapak tangan. Kemeja kantornya kusut, dasinya sudah longgar tak karuan.

Di sampingnya, Rina menatap kosong ke arah pintu kaca. Matanya bengkak, air matanya sudah kering karena habis.

"Mas..." suara Rina pecah, serak dan bergetar.

Ardian menoleh pelan. "Ya, Rin?"

"Ingat kata Pak Damar sepuluh tahun lalu?" bisik Rina, matanya memancarkan ketakutan yang lebih dalam dari sekadar takut kehilangan anak.

Ardian terdiam. Dia ingat. Sangat ingat.

"Segel ini stabil... selama tubuh Celine stabil. Tubuh manusia itu wadah. Jika fisik atau mentalnya lemah... retakannya bisa terbuka."

"Celine koma, Mas," Rina meremas tangan suaminya. Kukunya menancap menyakitkan. "Tubuhnya hancur. Wadahnya retak parah. Bagaimana dengan segelnya? Bagaimana kalau dia masuk saat Celine nggak sadar?"

Ardian menelan ludah yang terasa pahit. Dia mencoba mencari jawaban logis, jawaban yang menenangkan, tapi otaknya buntu.

Pak Damar sudah meninggal tiga tahun lalu. Tidak ada lagi yang bisa mereka tanya. Tidak ada lagi yang bisa memperbaiki segel itu jika jebol.

"Kita nggak bisa pastikan, Rin," jawab Ardian jujur, suaranya terdengar putus asa. "Secara medis, dia stabil meski belum sadar. Kita... kita cuma bisa berdoa."

"Berdoa?" Rina tertawa hambar, terdengar histeris. "Kita membiarkan anak kita hidup dengan monster di punggungnya selama sepuluh tahun, Mas. Dan sekarang, saat dia paling lemah, monster itu pasti mengambil kesempatan."

Ardian memeluk istrinya erat-erat, mencoba meredam tangisnya.

"Semoga tidak terjadi apa-apa, Rin. Semoga Nini itu... tidak mengambil alih."

Namun, jauh di dalam hatinya, Ardian tahu.

Harapan itu tipis.

Jika rumah pintunya rusak, siapa pun bisa masuk. Dan Celine sekarang adalah rumah dengan pintu yang terbuka lebar.

Dunia di Bawah Kelopak Mata

Sementara tubuh fisiknya terbaring kaku dengan selang ventilator di mulut, jiwa Celine sedang berada di tempat lain.

Dia tidak merasa sakit.

Tidak ada sakit kepala, tidak ada darah.

Celine merasa dirinya kecil. Dia kembali menjadi anak lima tahun.

Lihat selengkapnya