Inang Kedua

Camèlie
Chapter #29

Bab 29 Reaksi Berantai

Rumah Keluarga Ardian

Raka memarkir motornya di halaman. Dia masih mengenakan seragam sekolah putih abu-abu yang dikeluarkan berantakan.

Begitu dia masuk, Celine menyambutnya di ruang tengah. Gadis itu tampak jauh lebih segar dibanding hari-hari sebelumnya, meski perban tebal masih membalut tangan kanannya dan plester menutup luka di bibirnya.

"Kak Raka!" sapa Celine riang. Matanya berbinar, tapi ada sesuatu yang kaku di senyumnya. "Tumben mampir jam segini?"

"Iya, kebetulan lewat," bohong Raka. Matanya melirik ke arah Ardian yang berdiri tegang di ambang pintu ruang kerja. "Sekalian mau nanya-nanya sama Papa kamu. Ada tugas Biologi soal... ekosistem. Butuh narasumber ahli."

Itu alibi yang buruk, tapi Ardian langsung menangkap kodenya.

"Ah, iya. Raka sudah janjian sama Om," sambar Ardian cepat, wajahnya pucat.

Rina, yang baru keluar dari dapur membawa nampan, mengerti situasi. Dia tahu suaminya dan Raka akan melakukan sesuatu yang berbahaya di ruang kerja. Dia harus menjauhkan Celine dari sana.

"Eh, pas banget ada Raka," kata Rina dengan nada ceria yang dipaksakan. Tangannya gemetar saat memegang nampan. "Celine, bantu Mama di dapur yuk? Kita bikin pisang goreng buat cemilan Kak Raka. Kasihan dia pulang sekolah pasti laper. Sekalian kita siapin makan malam."

Celine menoleh ke ibunya. Lehernya berputar sedikit terlalu cepat.

"Oke, Ma!" jawabnya.

Saat Celine berjalan melewati Raka menuju dapur, Raka mencium bau samar yang keluar dari tubuh gadis itu.

Bukan bau parfum mahal. Bukan bau sabun.

Tapi bau tanah basah yang bercampur dengan aroma bunga kantil yang terlalu matang—nyaris busuk.

Raka menahan napas. Dia dan Ardian saling lempar pandang, lalu masuk ke ruang kerja dan mengunci pintu rapat-rapat.

Di Dalam Ruang Kerja Ardian (Pukul 16.15 WIB)

Suasana di ruang kerja itu padat oleh ketegangan. Di atas meja, toples sampel berisi akar, batang, dan buah itu sudah dikeluarkan. Ardian juga sudah menyiapkan berbagai botol bahan kimia berbahaya.

Ardian menyodorkan kertas laporannya—hasil analisis semalam—kepada Raka dengan tangan gemetar.

"Baca ini, Raka. Ini kesimpulan Om semalam. Penting buat strategi kita."

Raka menerima kertas itu. Dia membaca paragraf pertama.

> Hipotesis: Organisme menunjukkan sifat termofilik dengan struktur seluler tanpa dinding selulosa. Terdeteksi sekresi senyawa alkaloid mirip neurotransmitter...

Raka berhenti membaca. Dia menatap Ardian dengan wajah datar.

"Om," panggil Raka.

"Ya?"

"Saya nggak ngerti. Ini bahasa alien?" Raka mengembalikan kertas itu ke meja. "Om, tolong pake bahasa bumi aja. Intinya benda ini apa?"

Ardian menghela napas panjang, memijat pelipisnya. Dia lupa kalau dia sedang bicara dengan anak SMA yang lebih sering berurusan dengan demit daripada buku teks kuliah.

"Intinya," kata Ardian sambil menunjuk toples itu dengan jijik. "Benda ini bukan tanaman biasa. Dia punya sistem saraf. Dia sadar. Dan yang paling parah... dia punya koneksi langsung ke otak Celine."

Raka meraba saku celananya. Ada bungkusan garam kasar di sana. Tangan kirinya memegang gagang golok di pinggang.

"Oke, itu saya ngerti. Terus sekarang kita apain?"

Raka menatap tiga bagian sampel di meja: Akar, Batang, dan Buah.

"Kita punya tiga target. Kita mulai dari mana, Om?"

Ardian memakai kacamata pelindungnya. "Kita serang pusat kehidupannya. Akarnya. Kalau akarnya mati, sisanya pasti ikut mati."

Ardian mengambil pipet yang sudah diisi cairan berwarna biru pekat. Uap tipis mengepul dari ujung pipet.

"Ini campuran Herbisida Konsentrasi Tinggi dan Asam Klorida. Kalau disiram ke tanaman biasa, dalam 5 detik selnya bakal meleleh jadi bubur hitam."

"Lakukan, Om."

Percobaan Pertama: Asam

Laboratorium:

Ardian meneteskan cairan asam itu ke atas sampel akar merah di cawan petri.

CESS...

Cairan itu mendesis keras saat menyentuh kulit akar, menimbulkan asap putih berbau tajam.

Lihat selengkapnya