Incredible Love

Mizan Publishing
Chapter #1

Prolog

Aditya duduk di atas kursi goyang sambil membaca koran. Di depan teras rumahnya yang bergaya Jawa dan Eropa, dia sangat menikmati hari itu. Pikirannya mengembara, mengingat apa yang pernah terjadi. Ya, dia pernah tinggal dari satu kota ke kota lain. Menghadapi peristiwa satu ke peristiwa lain. Kebahagiaan, kecemasan, keinginan, penderitaan, intrik politik, berbagai diskriminasi, kesalahpahaman sana-sini, dan tentu saja bursa saham yang tak terduga. Semua momen itu membentuk mosaik bagi kehidupannya.

Anggita, istri Aditya, datang menghampiri sang suami untuk menyodorkan secangkir kopi.Namun, sang suami tak langsung menggubris. Dia malah menanyakan keadaan anaknya, Abimanyu. Sejenak tak ada jawaban dari Anggita. Lantas beberapa saat, dia menjawab bahwa Abi, panggilan anaknya, sedang bermain di ruang tengah.

Sepasang suami istri itu masih saja mengasuh sepi, membiarkan kekikukan situasi merambat perlahan-lahan. Namun, Anggita pun membuka obrolan soal perpisahan yang dilakukan sang suami tadi siang. Ya, Aditya baru saja memutuskan keluar dari perusahaan yang selama ini dia rintis. Aditya belum juga menggubris, matanya masih membaca setiap kalimat pada koran.

Anggita tak puas dengan dinginnya perlakuan sang suami. Dia kembali mengulang pertanyaan, dan tawarannya soal kopi. Aditya pun akhirnya angkat bicara, sekenanya. Mendapat jawaban yang irit, Anggita bertanya lebih jauh soal perasaan suami karena memutuskan berhenti kerja. Tapi, kali itu, Aditya langsung merespons pertanyaan istrinya. Dia menjawab kalau keputusannya sudah bulat, dan dia lega karena bisa dekat dengan keluarga.

Sudah dua puluh tahun Aditya mendedikasikan hidupnya untuk sebuah perusahaan bernama Mitra Tani. Sementara itu, dia pun terbilang sudah cukup umur untuk rehat dan beralih usaha. Tapi, keputusannya untuk hengkang tak lain karena ingin meluangkan banyak waktu dengan Abimanyu. Ya, Abi, anak semata wayang pasangan Aditya dan Anggita. Dia berusia 24 tahun dan mengidap hyperlexia. Suatu keadaan di mana pendengarannya begitu peka, bahkan untuk hal-hal yang begitu jauh. Sayangnya, akibat penyakitnya itu, Abi menjadisulit berkomunikasi dan bisa sangat ketakutan, menjerit seperti anak kecil ketika mendengar petir. Abi menjadi hal yang paling Aditya pikirkan saat itu.

Lihat selengkapnya