Independent Child

Ir. Rachmat
Chapter #6

Hampir Mati Demi Sabuk

Aku melangkah cepat di atas tanggul bantaran tepi sungai Ciliwung, dengan terus memperhatikan sabukku yang hanyut, Kebetulan di tempat itu ada bambu cukup panjang, Aku dengan menggunakan ujung bambu, mencoba menarik sabuk agar ke tepi sungai, sabuk justru ter dorong ke tengah aliran sungai, Aku semakin panik, namun terus berusaha untuk mendapatkan sabukku itu.

Agar bisa lebih dekat menggapai sabuk yang hanyut, Aku melangkah di tepi tanggul bantaran sungai Ciliwung, lalu dengan menggunakan ujung bambu, meng kait sabuk, Sabuk bisa aku tarik ke tepi sungai, Namun kerena pandanganku terlalu fokus pada sabuk, tanpa aku sadari, salah satu kakiku sudah melewati tepi tanggul sungai, kemudian, “Byuur,….. !“, Aku jatuh tercebur kedalam sungai. Seorang pria warga setempat yang melihat kejadian itu, langsung berteriak.

“Ada anak kecebur sungai,………. !“.

Di sepanjang bantaran sungai Ciliwung yang memang padat dengan rumah-rumah darurat, Teriakan pria itu, sekejap membuat bantaran sungai di penuhi warga setempat, yang keluar dari huniannya masing-masing.

“Itu Garvin, anaknya Om Hugo ….!“, Teriak warga lainnya yang mengenali aku.

Dari puluhan warga itu, tidak ada satupun yang berani berbuat sesuatu, sebab air sungai begitu kotor, keruh kehitam-hitaman. Sementara aku di sungai, walaupun panik, gelagapan, sebab tidak terlalu bisa berenang, masih berusaha untuk mendapatkan sabukku, Tangan kananku memang bisa menggenggam sabuk yang menyangkut di atas tumpukan sampah, Namun karena aku sudah kehabisan tenaga, tubuhku muncul dan tenggelam terbawa arus sungai, Warga di sepanjang bantara sungai, hanya bisa cemas, panik, tegang dan iba,  Hingga akhirnya tubuhku tersangkut di perahu karet milik petugas kebersihan, yang sedang mengeruk sampah, Petugas kebersihan itu pun menolong aku.

   

Mamaku dan Fiona, menjemur pakaian basah di muka rumah, di jemuran tambang plastik, Aku dengan sekujur tubuh dan pakaian basah kuyup, bahkan kotor penuh lumpur hitam, di damping beberapa warga, tiba dekat mamaku dan Fiona, Mereka terperanjat kaget, panik.

“Garvin, kamu kenapa nak!“, Tanya mamaku.

Aku hanya diam merunduk, dengan tangan menggenggam sabuk.

“Demi sabuk, Garvin hampir mati tenggelam di sungai, tante“, Salah seorang warga yang menjawab, lalu menunjuk sabuk di genggaman tanganku.

Fiona iba, Mamaku gelengkan kepalanya.

 

Setelah mandi, dan ganti pakaian, pakai celana kolor bola ber kaos osblong, Aku tiba di samping rumah, lalu naik ke atap rumah, menggunakan tangga kayu, Aku menjemur buku tulis, dan sepatu kets, yang ikut basah saat tercebur ke sungai.

Rafael adik bungsuku, duduk bersandar di dinding triplek ruang muka rumah, Ia sesekali menggaruk-garuk kepalanya sendiri, Aku tiba membawa baskom kecil berisi air hangat, dan kain lap, Di ikuti Fiona adik sulungku, membawa mangkok berisi bubuk kunyit.

“Kaka obati bisulnya ya ade“, Kataku pada Rafael.

“Iya kak“, Jawabnya.

Aku memeras kain itu, lalu mengompres bisul di ubun-ubun kepala Rafael, setelah itu, membalur bisul dengan bubuk kunyit.

“Memangnya air hangat, kunyit, bisa ngobatin bisul, ka?“, Tanya Fiona.

“Dari buku yang pernah kaka baca, Kompres air hangat, bisa menarik kuman-kuman keluar dari dalam kulit yang bisulan, Bubuk kunyit, dari ribuan tahun lalu, di percaya sebagai pembersih darah alami, dan obat anti bakteri“, Jawabku menjelaskan.

“Jadi bisul di kepala ade, bisa sembuh?“.

“Asal jangan banyak makan telur lagi“.

“Kenapa ka?“.

“Telur banyak mengandung protein, Kandungan protein yang berlebihan, bisa meningkatkan kadar insulin, atau hormon, yang menyebabkan terjadinya peradangan, Peradangan yang terjadi dalam tubuh kita akibat peningkatan hormon, bisa memicu produksi kelenjar minyak yang berlebihan, Kelenjar minyak yang berlebihan, dan mengundang bakteri kotor itu yang menimbulkan jerawat, atau bisul di kulit kita“.

Fiona jadi terdiam, sebab bingung, Rafael walaupun tidak bersuara, namun serius mendengarkan.

“Kamu ngerti?“, Tanyaku.

Lihat selengkapnya