Tempat Pembuangan Sementara Sampah, di singkat (TPS) Sampah, Merupakan sebuah bangunan tempat penampungan sampah sementara, untuk nantinya di angkut truck sampah ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah, di singkat (TPA) Sampah, Saat ini di TPS yang ada di pinggir jalan raya, di sibukan dengan aktivitas beberapa orang petugas kebersihkan, memasukan sampah kedalam mobil truck sampah system Hydrolik, dengan bak sampah berupa kontainer (Tertutup).
Aku setengah lari, tiba di tempat itu, aku memperhatikan beberapa grobak sampah, sudah bersih dari sampah, Aku semakin panik, lalu mendekati truk sampah, Aku melihat sabukku, ada di antara tumpukan sampah dalam kontainer truk sampah itu, Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung naik, dan masuk kedalam kontainer, Truk sampah perlahan-lahan begerak meninggalkan tempat, bersamaan dengan plat pendorong bertekanan hydrolik, mulai mendorong, menekan sampah yang ada di dalam kontainer, agar menjadi padat, Aku pun ikut terdorong bersama sampah itu.
Sore menjelang magrib, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah, di Kelurahan Bantargebang, Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi, masih di sibukan dengan aktivitas pemulung di atas tumpukan sampah yang tinggi menggunung, Mereka dengan menggunakan ganco panjang terbuat dari besi, mengkais sampah, mencari sampah an organik, yang masih bisa di manfaatkan, atau di jual, Diantara puluhan pemulung itu, ada sepasang suami istri, bernama Jamal dan Juju, usia 40 tahun an.
Juju dengan menggunakan ganco, mengorek-ngorek sampah, Sampah-sampah berbahan plastik, seperti bekas botol air mineral, ia masukan kedalam kranjang bambu yang ter gembol di pundaknya, Berapa saat kemudian, ganco mengkait ujung sebuah sabuk, yang ada dalam tumpukan sampah, Ia mencoba menariknya, namun terasa berat.
“Kang, bantu saya,…!“, Sapa Juju berlogat Sunda, setengah berteriak, pada Jamal.
Jamal mendekati Juju.
“Ada sabuk, kang, tapi susah sekali di tarik“, Kata Juju.
Jamal menarik ujung sabuk, namun sabuk belum juga tertarik, belum keluar dari dalam tumpukan sampah, Juju membantunya menarik sabuk, Sabuk perlahan-lahan mulai tertarik, keluar dari dalam tumpukan sampah, Mereka spontan terperanjat kaget, melihat sebagian tubuh seorang anak, sedang menggenggam erat sabuk, ikut tertarik.
“Astagfirullah haladjim, ada mayat,…..!“, Teriak Jamal, spontan.
Beberapa orang pemulung yang mendengar teriakan Jamal, bergegas mendekati Jamal dan Juju, Mereka beberapa saat tercengang kaget, lalu serentak menyingkirkan sampah, hingga terlihat utuh tubuhku, Walau tidak ada gerakan sama sekali dari sekujur tubuh aku, namun tangan kananku, menggenggam erat itu sabuk.
“Mayat anak kecil“, Kata Jamal.
“Kalau sudah jadi mayat, kenapa tangannya, bisa memegang kuat sabuk, sampai tidak lepas begitu?“, Tanya Juju, bingung.
“Iya, ya“.
Jamal memeriksa denyut napasku, dengan cara mendekatkan telinganya di dadaku.
“Masih bernapas, berarti belum jadi mayat“, Kata Jamal, senang.
“Hanya pingsan, begitu?“, Tanya salah seorang pemulung.
“Iya, kita bawa saja ke bedeng“.
Jamal di bantu seorang pemulung, menggotong tubuhku meninggalkan tempat.
Malam selepas waktu Magrib, Tumpukan sampah yang tinggi menggunung, masih terlihat samar-samar di terangi cahaya lampu penerangan TPA Sampah Bantargebang.
Di salah satu bedeng darurat, dalam kawasan TPA, Aku berbaring terlentang di atas kardus bekas, Juju dengan menggunakan kain basah, membersihkan sekujur tubuhku yang bersimbah kotoran sampah, Aku perlahan-lahan siuman dari pingsan.
“Eh aden, sudah sadar“, Kata Juju.
Aku sejenak memperhatikan sekitarku.
“A,.. aku ada dimana, bu?“, Tanyaku.
“Di TPA Bantargebang “, Jawab Juju.
Aku beranjak dari tidurku, lalu terperanjat kaget, panik, Sabuk sudah tidak ada di genggaman tanganku.
“Sa,.. sabuk aku, mana bu!“.
“Itu lagi di bersihkan suami saya“.
Jawab Juju, dengan pandangan pada Jamal, yang sedang membersihkan sabuk, menggunakan kain basah, Aku mulai tenang.
“Sabuk milik aden ini, walaupun sudah goreng putut, tapi dari bahan kulit asli, Kuat untuk menahan beban 100 kg“, Kata Jamal, menunjukan itu sabuk.
Jamal menyerahkan itu sabuk padaku, aku menerimanya.
“Terima kasih pak“.
Aku dengan perasaan haru, senang, memeluk sabuk, Jamal dan Juju, bingung, namun juga haru melihat sikapku.
“Aden sebenarnya dari mana, mau kemana, Kenapa bisa ada di tumpukan sampah?“, Tanya Jamal.
“Aku dari Manggarai pak, Sabuk aku ini, kebawa mobil truck sampah“, Jawabku.
“Jadi aden, ingin kembali ke Manggarai?“.
“Iya pak“.
“Aden ikut truck sampah saja, yang trayeknya kesana“.
“Iya pak, Terima kasih pak, ibu, sudah menolong aku“.
“Sama-sama den“.
Juju mengambil segelas air putih, lalu diberikan padaku.
“Minum dulu den“, Kata Juju.