Seiring pagi tiba, matahari mulai beranjak dari tepian bumi belahan Timur, namun bentuk bulat matahari, belum terlihat utuh, sebab masih terhalang gedung-gedung tinggi pencakar langit, yang banyak tumbuh dan tertanam di seantero kota Jakarta.
Seperti hari-hari sebelumnya di setiap pagi, Warga di pemukiman sepanjang bantaran Sungai Ciliwung, sudah mulai ber aktivitas, sesuai dengan profesinya masing-masing, Tukang Nasi Uduk sudah menggelar dagangannya di atas meja kayu, Para pemulung sudah bergerilya di tempat-tempat sampah, mencari barang-barang bekas, Petugas Pengatur Lalu Lintas tanpa seragam, alias polisi cepe, sudah berdiri di muka jalan sempit, mengatur keluar masuk kendaraan, berharap imbalan uang logam, Warga yang bekerja di perkantoran, bagian Cleaning Sercive, Security, dan Petugas Dapur, sudah bergerak dengan berjalan kaki, menuju tempat dinasnya.
Penghuni rumah semi permanen berukuran (3 X 8) meter, juga sudah ber aktivitas seperti hari-hari kemarin, Rafael adik bungsuku, usai mandi dan masih memakai handuk, tiba di ruang muka, lalu memakai celana dan kaos, yang sebelumnya ia gunakan, hingga pakaiannya semakin kusam, dan lecak, Agar celana pendeknya tidak melorot, mamaku melipat bagian pinggang celana Rafael.
“Itu handuknya, kamu mandi sana“.
Kata mamaku pada Fiona, yang memang sedang menunggu Rafael selesai mandi.
. “Handuknya masih basah, ma“, Balas Fiona, dengan pada handuk yang masih basah, dan sudah kusam, yang tergeletak di lantai.
“Sudah, jangan banyak tanya”.
Fiona mengambil handuk itu.
“Aku ganti pakaian ya, ma, badan aku pada gatal“, Kata Fiona.
“Pakaian kamu, tinggal tiga pasang, Mama sudah mengatur jadwal, Kamu dan adik kamu Rafael, ganti pakaian 4 hari sekali, biar hemat ditergen, Air pam, Listrik untuk men striska“.
“Aku juga mandinya, cuma pakai air satu ember?“.
“Cepat mandi, biar handuknya, bisa di pakai kakak kamu mandi “.
Fiona dengan membawa handuk, masuk keruang belakang, Mamaku menstriska pakaian seragam putih-merah milikku, menggunakan striskaan listrik, Fiona mengenakan handuk, usai mandi, kembali tiba di ruang muka.
“Kamu mandi tidak, Belum satu menit, sudah selesai?“, Tanya mamaku.
“Air satu ember, isinya cuma 10 gayung, ma, Baru untuk cuci muka, cuci kaki, terus tiga kali guyur badan, sudah habis“, Jawab Fiona.
“Kita dapat jatah air bersih dari pemilik rumah kontrakan, sehari hanya tiga dirigen, Mama sudah atur pemakaian air, Satu dirigen untuk kita mandi ber lima, Satu dirigen untuk cuci piring, untuk kita minum, masak, Satu dirigen lagi, untuk cuci pakaian, untuk bersih-bersih“.
“Iya ma“.