Independent Child

Ir. Rachmat
Chapter #13

Sabuk Baru

Lorong  jalan sempit, lebar setengah meter-an ini, biasa di sebut jalan senggol, Sebab bagi siapa saja orangnya, baik itu Presiden, jika melangkah di jalan ini, lalu berpapasan dengan orang lain yang ada di hadapannya, pasti tidak akan bisa menghindar dari saling senggol, atau bersenggolan, Begitu juga dengan mamaku, bukan hanya saling bersenggolan dengan orang lain, tapi harus rela antri bersama warga lainnya, menunggu gerobak pedagang bakso melewati jalan ini, Meski panjang lorong jalan hanya 50 meter an, Perlu waktu lima menit an untuk mamaku melewatinya.

“Leana“, Sapa seseorang pada mamaku.

Mamaku mencari sumber suara, ternyata dari seorang wanita usia 40 tahun an, yang ada di muka rumahnya.

“Eh mbak Yayu“, Balas mamaku, yang mengenali wanita bernama Yayu, dengan panggilan mbak Yayu.

“Kamu mau kemana toh?“, Tanya Yayu berlogat Jawa.

“Ke rumah Bu Ismet, mbak“.

Mamaku memperhatikan Yayu yang berbusana berpergian, dengan tas pakaian di genggaman tangannya.

“Mbak Yayu mau pulang kampung?“.

“Iya Leana, sama anakku, Gatot, ke Demak, Nengoki mbokku, mendadak sakit“.

“Malam-malam begini?”.

“Memang naik bus malam, biar pagi wis sampai Demak”.

“Anak mbak, tidak masuk sekolah?“.

“Aku wis minta ijin, tiga hari“.

Mamaku beberapa saat terdiam, sebab teringat aku.

“Maaf mbak, apa sabuk sekolah anak mbak, dipakai?“.

“Ya ndak“.

“ Boleh saya pinjam dulu mbak, untuk Garvin anak saya sekolah“.

“Tiga hari saja ya, Leana“.

“Iya mbak, mudah-mudah-an besok, atau lusa, suami saya sudah bisa belikan Garvin sabuk, saya langsung kembalikan“.

Yayu masuk kedalam rumahnya,  lalu keluar kembali membawa sabuk warna hitam, di ikuti seorang anak pria usia 12 tahun an, bernama Gatot, Gatot anaknya Yayu sudah berpakaian untuk berpergian.

“Sabuk sekolah aku, mau di kemanain, bu?“, Tanya Gatot.

“Di pinjam dulu sama teman ibu“, Jawab Yayu.

“Itu sabuk masih baru“.

“Hanya tiga hari saja Tot, Nanti kita kembali dari Demak, itu sabuk, sudah bisa kamu pakai lagi”.

Yayu mendekati mamaku yang masih berdiri di muka rumahnya.

“Ini Leana“, Kata Yayu, menyerahkan sabuk yang masih baru itu pada mamaku.

“Terima kasih mbak, terima kasih“, Balas mamaku menerima sabuk, dengan wajah haru, senang.

“Ya wis, aku pergi dulu Leana, biar ndak telat sampai stasiun Bus“.

“Iya mbak, hati-hati di jalan“.

Lihat selengkapnya