Seleksi tahap kedua yang di ikuti murid kelas 5 dan kelas 6, sudah selesai di laksanakan, Sebagai tindak lanjut, guru-guru dari masing-masing wali kelas, mengadakan rapat, dalam rangka persiapan seleksi tahap akhir, yang di pimpin oleh Ibu Kepala Sekolah, wanita usia 50 tahun an ber postur tubuh tinggi bulat, besar, bernama Betrix, panggilan bu Betrix, atau Bu Kepsek, Di antara guru-guru, ada Bety, ibu wali kelasku, dan Darman, guru Pelajaran IPA ku.
“Dari kelas bu Bety, kelas 5D, Siapa saja yang lulus seleksi tahap kedua?“, Tanya Betrix.
“Hanya satu murid saja bu, Charles Abdul Manaf, Itu pun nilainya belum sempurna“, Jawab Bety.
“Bukannya Garvin Altamis, bu?“, Darman bertanya.
“Saya sebenarnya, ingin memasukan Namanya, pak“, Jawab Bety.
“Kenapa pak Darman, dan Ibu Bety, justru menjatuhkan pilihan pada murid bernama Garvin Altamis?“, Tanya Betrix.
“Itu anak, memiliki daya ingat, melebihi manusia normal seperti kita-kita ini, bu“, Jawab Darman.
“Saya juga berpendapat seperti itu, bu, Tapi sesuai peraturan, bagi murid yang tidak mengikuti seleksi tahap awal, tidak bisa mengikuti tahap berikutnya“, Sambung Bety.
“Maksud ibu Bety, Garvin Altamis, tidak mengikuti seleksi tahap awal?“, Tanya Betrix.
“Iya bu“.
“Apa sebabnya?“.
“Sabuk“.
“Sabuk!“.
“Salah satu peraturan berpakaian di sekolah, harus menggunakan sabuk, Garvin waktu itu, tidak pakai sabuk. bu“.
“Maksud ibu, baju seragamnya tidak masukan, karena tidak memiliki sabuk?“, Tanya Darman.
“Iya pak Darman, Tapi sekarang ini, dia sudah memiliki sabuk“, Jawab Bety.
Betrix Ibu Kepala Sekolah, terdiam dan serius berpikir.
Seorang pria usia 35 tahun an, berseragam dinas penjaga sekolah, tiba di hadapan benda terbuat dari bahan kuningan, berdiameter 20 cm, tinggi 21 cm, dan dilengkapi rantai, biasa di sebut lonceng sekolah, Pria itu sejenak melihat jam di pergelangan tangannya, yang menunjukan angka 9 tepat, lalu, “Teng, teng, teng,…..!“, Terdengar dentang lonceng sekolah beberapa kali, Sebab rantainya di tarik-tarik pria itu..
Sekejap kantin sekolah, gerobak-gerobak dorong penjual makanan di luar pagar sekolah, di serbu murid-murid yang membawa uang jajan, Murid yang bawa bekal makanan, menikmatinya di taman depan sekolah, Sementara murid yang tidak bawa bekal makanan, dan uang jajan, hanya diam terpaku, dengan mimik wajah melas, berharap di traktir temannya jajan, atau dapat sedekah sepotong roti dari temannya yang bawa bekal roti, Aku diantara murid-murid itu, namun aku menyibukkan diri membaca buku-buku pelajaran yang aku pinjam.
“Garvin, nama kamu ada di papan pengumuman,…. !“, Teriak Angga, yang baru tiba dekatku, dengan napas ngos-ngosan, sebab berlari.
“Me,… memangnya, ada apa Ga?“, Tanyaku agak panik.
“Kamu lihat aja sendiri“.
“Tapi, A,.. aku sudah pakai sabuk“, Kataku menunjukan sabuk yang melingkari celanaku.
“Bukan itu masalahnya, Nama kamu ada di daftar nama-nama, yang ikut seleksi tahap akhir lomba Cerdas Cermat“.
Aku terperanjat kaget, namun juga bingung.
Papan berukuran (1 X 2) meter, di tutupi lapisan kaca tipis, tertempel di dinding tembok depan ruang kantor kepala Sekolah, Itulah Papan Pengumuman Sekolah, Charles dan Rudi, teman sekelasku, serta beberapa murid dari kelas lain, sudah ada di tempat itu, memperhatikan selembar kertas pengumuman, Charles dengan mimik wajah kecut, cemberut, di tekuk, menyantap roti yang ada di genggaman tangannya.
“Kamu kenapa jadi kesal begitu, bukannya senang, nama kamu ada di daftar nama-nama yang lulus seleksi?“, Tanya Rudi.
“Iya, cuma kamu liat aja itu lembar pengumuman, Masa ada nama Garvin Altamis!“.
Jawab Charles, lalu menunjuk selembar kertas, bertuliskan daftar nama-nama murid peserta seleksi tahap akhir lomba Cerdas Cermat, Di daftar nama-nama murid Kelas 5D, ada namaku, Garvin Altamis, dan nama, Charles Abdul Manaf‘.
“Kamu tanya aja sama Garvin?“, Kata Rudi.
Aku dan Angga, tiba, Aku memperhatikan papan pengumuman itu.
“Garvin, kamu kenapa bisa ikut seleksi tahap akhir, padahal kamu, engga ikut seleksi tahap awal!“, Tanya Charles padaku, dengan mimik wajah kesal, ketus.
“Aku juga engga tau, Kalau kamu engga suka, tanya saja sama ibu kepala sekolah, Soalnya di daftar nama-nama itu, ada tanda tangan ibu Kepala Sekolah“, Jawabku.
Aku dan Angga, kembali melangkah meninggalkan tempat.
“Kamu berani, nanya ke ibu Kepala Sekolah?“, Tanya Rudi.