Aku setengah lari, dengan menenteng kantong kresek berisi buku-buku pelajaran, tiba di muka rumahku, Disitu ada papa dan mamaku.
“Ma, pa, besok aku ada di Televisi“, Kataku senang, bersemangat.
“Maksud kamu?“, Tanya mamaku, bingung
“Kata guru aku, shotingnya besok pagi, sorenya baru tayang di televisi“.
“Mama belum mengerti, nak?“.
“Begini ma, pa, Di sekolahanku ada seleksi lomba cerdas cermat, Aku dapet nilai tertinggi, Jadi aku sama dua murid kelas 6, mewakili sekolahanku di lomba cerdas cermat“.
“Acara lomba cerdas cermat, yang tayang sore hari di televisi?“, Tanya mamaku, penasaran.
“Iya ma, lomba cerdas cermat tingkat provinsi DKI Jakarta“, Jawabku memperjelas.
“Mama bangga sama kamu nak, bangga sekali, Mama tidak pernah menyangka, kamu jadi anak yang cerdas“, Kata mamaku begitu haru.
“Baru lomba, ma, belum tentu menang“, Kata papaku, dengan mimik wajah datar saja.
Aku terperanjat kaget, dengan respon papaku.
“Kamu makan dulu sana, Mama tadi masak semur“, Kata mamaku.
“Se,… semur apa, ma?“, Tanyaku bersemangat.
Mamaku beberapa saat, ragu untuk menjawab.
“Semur telur“, Jawab mamaku.
Aku ngangguk, lalu melangkah menuju pintu masuk rumah, Mamaku pandangannya jadi ter fokus pada sabuk yang melingkari pinggang celanaku, Hingga aku masuk kedalam rumah, Mamaku panik.
“Pa, bagaimana ini, besok pagi teman mama, sudah kembali dari Demak, Dia pasti minta sabuk anaknya yang mama pinjam untuk Garvin, di kembalikan, Mana besok Garvin, ikut lomba cerdas cermat“.
“Tenang ma, kita kan sudah ada solusinya, menjual televisi“, Jawab papaku.
“Ya sudah pa, kita harus bergerak cepat, biar hati mama tenang, Sekalian untuk beli beras“.
Papa dan mamaku, melangkah menuju rumah, Tiba di pintu rumah yang terbuka, Mamaku malah terdiam terpaku, dengan pandangan kedalam rumah, Di ruang muka rumah, Fiona dan Rafael, kedua adikku, tertidur lelap di alas tikar, Fiona dengan tangan menggenggam remoute control TV, tidur dengan posisi miring, wajah menghadap ke dinding ruangan, karena ada bisul di punggungnya.
“Pa, apa kita ini, termasuk orang tua yang tidak punya hati nurani?“, Tanya mamaku, dengan wajah sedu, sedih.
“Loh, ko mama bicara seperti itu?“, Papaku balik bertanya.
“Anak-anak kita pasti kecewa, mereka lagi senang-senangnya nonton TV, hiburan satu-satunya, itu TV malah kita jual“.
“Kita harus beli beras, ma, untuk makan“.
Mamaku beberapa saat terdiam, berpikir.
“Papa saja ya, yang bawa itu TV, mama tidak tega”.
Mamaku berdiri di pintu rumah, Papaku dengan langkah perlahan-lahan, tiba dekat televisi, Setelah melepas kabel antena, dan kabel listrik, Papaku mengangkat TV tabung 14 inc dari rak kayu itu, TV di berikan pada mamaku, Papaku dengan langkah perlahan-lahan mendekati Fiona yang masih tidur lelap, dengan tangan menggenggam romoute control tv, Baru Papaku ingin mengambil remoute, Tiba-tiba, “Kriiing,…… !“, Alarm jam beker bulat yang ada di rak kayu, berdering keras, Fiona terjagat dari tidurnya, Rupanya Fiona sudah menyetel alarm jam beker, agar tepat jam dua, alarm berdering.
“Ade, bangun ade, sudah jam dua, Katanya mau nonton Micky Mouse“, Kata Fiona, membangunkan Rafael adik bungsuku.
Rafael terjagat dari tidurnya, Saat pandangan mereka ke rak kayu, Mereka kaget, panik, di atas rak kayu, sudah tidak ada TV.
“TV nya hilang, ade…!“, Kata Fiona, panik menangis
Papaku yang masih ada disitu, hanya diam terpaku, bingung, serba salah, Rafael melihat mamaku di pintu masuk rumah, memeluk TV.
“Itu kakak TV nya, sama mama“.
Kata Rafael, menunjuk mamaku.
“Mama, TV nya mau di bawa kemana?“, Tanya Fiona, masih menangis.