Independent Child

Ir. Rachmat
Chapter #19

Mayat Di Gerbong Kereta


  Di sepanjang Jalan Bekasi Barat dekat Stasiun Kereta Api Jatinegara, Masih di penuhi dengan lapak-lapak pedagang kaki lima, apalagi waktu belum terlalu malam, baru sekitar jam 7 lewat, Papaku memakai jacket jeans bebel tiba di tempat ini,  sudah tidak begitu jauh dari tempat tinggal kami, Rasa letih, lelah, setelah menempuh perjalanan cukup jauh dengan berjalan kaki dari kantor temannya, terkubur sudah, dengan sejuta rasa kebahagian, dan harapan, Karena papaku sudah mendapatkan pekerjaan, dengan honor lumayan besar. Papaku juga tanpa terduga, dan terencana, mendapat uang 300 ribu rupiah.

Papaku menghentikan langkah kakinya di depan sebuah lapak kaki lima, yang menjajakan aksesoris fashion pria, diantarnya sabuk, Di situ ada banyak ragam, dan corak sabuk buatan dalam lokal.

“Sabuk warna hitam itu, berapa, mas?“, Tanya papaku, pada seorang pria usia 45 tahun an, pedagang kaki lima.

“Rata-rata 125 ribu“, Jawabnya.

“100 ribu, bisa“.

Pria pedagang kaki lima, beberapa saat berpikir.

“Boleh lah“.

Kini papaku yang terdiam, sebab ada yang ia pikirkan.

“Uang 300 ribu, Kalau saya belikan sabuk untuk Garvin, tersisa 200 ribu, Sementara saya harus  ke wartel, untuk telpon kawan saya“, Kata papaku, dalam hatinya.

“Bagaimana pak, jadi tidak beli sabuk?“, Tanya pria pedagang kaki lima.

“Sebentar ya, mas, saya ke wartel dulu“, Jawab papaku.

Papaku meninggalkan tempat, Pria pedagang kaki lima gelengkan kepalanya.

 

Jalan Raya Bekasi Barat ini, sejajar dengan jalan rel kereta api, hanya di batasi pagar tembok setinggi dua meter an, Papaku merasakan ingin buang air kecil, Setelah melewati sela-sela lubang tembok, yang sengaja dibobok warga setempat untuk jalan pintas, Papaku tiba di jalan rel kereta api, Disitu banyak gerbong-gerbong kereta yang sudah tidak terpakai, Sebagian gerbong jadi rumah hunian kaum imigran ber status gembel, Situasi di tempat itu juga cukup sunyi, sepi.

Usai buang air kecil, Papaku terperanjat kaget, juga senang, menemukan sebuah sabuk tergeletak di hadapannya.

“Hari ini, memang hari penuh keberuntungan bagi saya, Saya ragu untuk membeli sabuk anak saya, justru mendapatkannya dengan cuma-cuma“, Kata papaku dalam hatinya.

Lihat selengkapnya