Independent Child

Ir. Rachmat
Chapter #20

Keluarga Bisulan

Kasur lipat tipis, sudah terhampar di alas tikar kusam di ruang muka rumah, Fiona dan Rafael, kedua adikku, walaupun sudah begitu ngantuk, beberapa kali menguap, belum juga rebahan, sementara TV Tabung 14 inc di hadapan mereka, sudah di matikan, Aku dan mamaku, tiba dari pintu masuk rumah, Aku meletakkan sisa beberapa krat telur yang belum laku terjual di sudut ruangan ini.

“Fiona, papa kamu sudah pulang  belum?“, Tanya mamaku.

“Belum ma“, Jawab Fiona.

Mamaku cemas, gelisah, lalu kembali keluar rumah, Aku melihat jam beker bulat di atas rak kayu.

“Sudah hampir jam sepuluh, Kenapa ade belum juga tidur?“, Tanyaku, pada Fiona dan Rafael.

“Aku sudah ngantuk, ka, tapi tidak bisa tidur“, Fiona yang menjawab.

“Memangnya kenapa?“.

“Aku tidak bisa tidur miring, kalau terlentang, sakit“.

Jawab Fiona, lalu menunjukan bisul di punggungnya yang sudah membesar.

“Kamu ade?“, Tanyaku pada Rafael.

“Lengket kakak“, Jawab Rafael.

Aku mendekati Rafael, aku kaget, panik, melihat bisul di ubun-ubun kepala Rafael.

“Ke,.. kenapa ka?“, Tanya Fiona.

“Bisul di kepala ade, sudah ber air“, Jawabku.

“Waduh ka, kalau di biarin, bisa inpeksi“, Kata Fiona, panik.

Aku bergegas masuk keruang dalam rumah, lalu kembali membawa baskom berisi air hangat, kain lap bersih, dan mangkok berisi bubuk kunyit, yang memang sudah aku siapkan.

“Bisulnya kaka kompres air panas ya, ade, sekalian di balur bubuk kunyit, biar kuman-kumannya pada mati“, Kataku.

“Kalau masih maka telur, kuman-kumannya bisa tumbuh lagi, ka“, Kata Fiona.

“Yang penting engga inpeksi “.

 Aku memeras kain, lalu mengompres bisul di ubun-ubun kepala Rafael, setelah itu, membalur bisulnya dengan bubuk kunyit.

“Kaka engga bisulan, Setiap hari makan telur juga?“, Tanya Fiona.

Aku menurunkan bagian atas kaosku, Fiona kaget, lalu menahan tawa, Melihat di kulit dadaku, ada tiga bisul ukuran sedang.

“Kakak biculan“, Kata Rafael, mentertawakanku

“Kita semua, pada bisulan, ade“, Sambung Fiona.

Kami sama-sama tertawa walau tidak lepas, Setelah itu, saling diam membisu beberapa saat, Aku tidak tau, apa yang membuat kedua adikku diam membisu, Sementara aku, ada yang aku pikirkan, dan aku cemaskan, Dengan setiap hari kami makan telur, sama saja mencelakai diri kami sendiri, Sebab efek dari terlalu banyak menkonsumsi protein, membuat bisul akan selalu tumbuh subur, Tapi kami harus tetap makan, agar bisa bertahan hidup.

“Mama, papa, bisulan engga, ka?“, Tanya Fiona lagi.

“Engga semua orang kebanyakan protein, tumbuh bisul Fiona, Semua itu tergantung imunitas, kekebalan tubuhnya“, Jawabku.

“Cara bagaimana?”.

“Mungkin mesti di imbangi dengan makan buah-buah an segar”.

“Tapi selama ini, kita engga pernah makan buah-buah an”.

Aku mengangguk.

Lihat selengkapnya