Sudah dua jam lebih aku ber jalan kaki menelusuri trotoar pinggir jalan raya, Rasa haus yang sudah aku tahan selama dua jam an, kini sudah membuat gatal tenggorokanku, sebab mengering, Memang ada padagang asongan menjajakan air mineral, namun tiada uang untuk membelinya, Aku pun hanya bisa menelan air liurku sendiri, ketika melihat seorang anak usia 7 tahun an, bersama ibunya, menenggak air mineral dalam kemasan botol plastik, Baru seper empat botol di teguk itu anak, botolnya di lempar, dan jatuh, tepat di hadapanku.
“Kamu jangan buang sampah sembarangan, Buang sana di tempat sampah“, Tegur itu ibu pada anaknya.
Anak usia 7 tahun itu cuek, Ibu itu ingin mengambil botol, namun aku yang lebih dulu mengambilnya.
“Biar aku yang buang. bu“, Kataku.
“Buang di tempat sampah ya, de“, Katanya.
“Iya bu“.
Ibu dan anaknya, meninggalkan tempat, Aku kembali melangkah sambil menenggak sisa air mineral hingga habis, lalu kemasan botonya, aku masukan di tempat sampah, yang banyak terdapat di trotoar pinggir jalan raya ini.
Aku tiba di jalan raya tidak terlalu lebar, dan banyak terdapat Gedung-gedung pertokoan mewah, bertingkat 4 dan 5, sebagian di jadikan perkantoran, Disitu ada seorang Pemuda usia 26 tahun an, bercelana jeans belel, sebagian sudah robek, rambut gondrong, kulit hampir penuh dengan tato, seperti layaknya Preman jalanan, Pemuda Preman itu, dengan gerakan tangannya, pengarahkan pengendara mobil dari tempat parkir mobilnya, sampai mobilnya ke tepi jalan, Pengendara mobil menyerahkan uang pada Pemuda Preman, lalu memacu mobilnya meninggalkan tempat.
Aku yang memperhatikan itu Pemuda Preman, dalam hatiku bicara, Mudah sekali mendapatkan uang, hanya dengan menggerak-gerakkan tangan.
“Eh boy, kemari elo,… !“.
Aku agak terperanjat kaget, Pemuda Preman yang belum aku kenal itu, memanggilku, aku mendekatinya.
“Jagain parkiran gue, Gue honger (lapar), mau cemek (makan)“, Katanya lagi, berlogat Betawi cuek, campur bahasa prokem.
“Caranya bagaimana, bang, Aku belum pernah jadi tukang parkir?“, Tanyaku.
“Itu orang-orang yang punya mobil, pada bisa bawa mobil semua, Kagak perlu elo atur-atur juga, mereka bisa parkirin mobil sendiri, Yang penting setiap mobil keluar, elo mesti mintain doku, uang“.
“Iya bang“.
“Nama gue Odi Ogleg, kalo ada yang malak elo, sebut aja nama gue“.
Aku ngangguk, Pemuda Preman bernama Odi Ogleg meninggalkan tempat, masuk ke rumah makan Padang, yang ada di seberang jalan, Melihat rumah makan Padang, Aku jadi teringat Fiona, adikku, Ia begitu ingin sekali makan masakan Padang, tapi belum kesampaian.
Sesuai perintah Odi Ogleg, Aku meminta uang pada pengemudi mobil, yang meninggalkan area parki gedung pertokoan ini, Hampir semua pengemudi mobil, menyerahkan uang 5 ribu, sampai 10 ribu rupiah, Sebab mobil-mobil yang keluar masuk gedung pertokoan ini, rata-rata mobil mewah, mobil ber kelas, Belum sampai setengah jam, Aku sudah mendapatkan uang 75 ribu rupiah, Odi Ogleg tiba kembali, menenteng kantong kresek berisi nasi bungkus, dan air mineral, lalu ia duduk di kursi kayu panjang, yang memang untuknya duduk istirahat, Aku mendekatinya.
“Ini bang uangnya,7 mobil ngasih uang 5 ribu, 4 mobil lagi ngasih 10 ribu rupiah, jadi totalnya, ada 75 ribu rupiah“, Kataku, lalu menyerahkan uang itu.
Odi Ogleg menerimanya.
“Sekarang gantian, elo yang cemek“.
Kata Odi Ogleg, lalu menyerahkan kantong kresek berisi nasi bungkus, dan sebotol air mineral yang ia bawa padaku.
“U,.. untuk aku bang!“, Tanyaku penasaran.
“Ya iya buat elo, Masa gue beli nasi Padang komplit, pake rendang, kikil, perkedel, buat ngasih makan kucing“, Jawab Odi Ogleg.
“Terima kasih bang, terima kasih,...“, Kataku begitu senang, sampai menangis dalam keharuan.
“Elo ini, dapat nasi bungkus, uda kaya dapat uang satu karung, nyampe mewek begitu, sangking senengnya“.
Aku sambil membasuh air mata, membuka sebagian pembungkus nasi, yang memang berisi nasi Padang komplit, Ada daging rendang, kikil, perkedal, dan sayuran, Aku sebenarnya, ingin menyantapnya, karena sudah lapar sekali, setelah jalan kaki cukup jauh, Namun aku teringat adik-adikku, Aku pun meletakkan nasi bungkus di kursi kayu.
“Abang cari uang, gampang benar, belum setengah jam, dapat 75 ribu“.
“Iya, emang gampang bener, Tapi buat dapatin tempat parkiran basah begini, susahnya setengah mati, malah gue ampir mampus, Karna mesti duel dulu, lawan preman-preman penguasa parkiran ini sebelumnya“.