Independent Child

Ir. Rachmat
Chapter #29

Makan Enak

Dengan uang 75 ribu, Aku bisa beli beras dua liter, Tempe dan tahu, dua potong, Minyak goreng seper empat liter, Minyak Tanah dua liter, Namun listrik di rumahku masih belum hidup, karena uangnya belum cukup untuk membayar tunggakan listrik, Makan siang aku, dan kedua adikku hari ini, jadi begitu banyak, lahap dan nikmat, sebab sudah ada lauk makan daging rendang, kikil, perkedel, pemberian Odi Ogleg, yang aku bagi empat, Sedangkan nasinya, aku masak dari beras yang baru aku beli itu.

“Mama sudah makan, ka?“, Tanya Fiona.

“Engga tau ade, Tapi kaka sudah siapin makan siang mama, di kamarnya“, Jawabku.

“Ka, baru sekarang, aku bisa makan enak, kenyang“, Kata Fiona.

“Aku juga kakak“, Sambung Rafael.

Usai makan, Fiona membuka box kontainer plastik, yang ada di ruang dapur ini.

“Ka, ini sabuk masih bagus-bagus, sayang kalau engga di pakai“, Kata Fiona.

“Iya ade, sabuk bagus, strapnya aja dari bahan kulit asli, kuat untuk nahan beban sampai 100 kg“, Aku menambahkan.

“Aku jual ya ka, sama tukang loak keliling“.

“Jangan, itu sabuk bukan punya kita, entar bisa jadi masalah lagi“.

“Jadi ini sabuk, buat apa, Kaka aja, sudah engga mau pakai sabuk lagi?“.

Aku hanya terdiam, dan teringat beberapa kejadian, yang hampir mencelakai aku, dan kini sudah menjebloskan papaku kedalam tahanan, sebab sabuk itu.

 

Sore harinya, aku mengajak Fiona dan Rafael, bermain di jalan perkerasan beton bantaran Sungai Ciliwung, Di tempat itu, sudah ada Tukang Mainan Anak-Anak keliling, yang memang biasa mangkal.

“Ade mau mainan apa, pilih aja sesuka ade, Tapi per orang, jangan lebih dari 5 ribu“, Kataku.

“Kalau cuma 5 ribu, engga bisa milih maenan, ka“, Kata Fiona.

 Dengan masing-masing uang 5 ribu rupiah, Fiona adik sulungku, bisa membeli mainan seperangkat ala-alat kedokteran dari bahan plastik, Rafael adik bungsuku, membeli mainan mobil-mobil an plastik, ber kepala gambar animasi kartun Micky Mouse.

Aku hari ini, bahagia sekali, Kedua adikku, bisa makan tanpa harus mual-mual, dan di muntahkan lagi, Bisa membelikan mainan, Namun aku, masih terbebani dengan sikap mamaku, yang masih belum ingin bertemu, apalagi bicara denganku.

   

Esok paginya, aku sudah kembali ber aktivitas sesuai dengan jabatanku sebagai asisten Tukang Parkir, yaitu, membantu Odi Ogleg memarkirkan kendaraan yang keluar masuk area parkir gedung pertokoon ini, Uang yang aku terima dari pengemudi mobil, langsung aku berikan pada Odi Ogleg, yang duduk di kursi kayu panjang dekat Iboy, Iboy serius  mencatat sesuatu di selembar kertas menggunakan pulpen, Hingga waktu siang tiba, jam 12 lewat beberapa menit.

“Oke Boy, uda waktunya kita aduk-aduk otaknya si Garvin, Makin encer, apa justru jadi kentel?“, Kata Odi Ogleg.

Lihat selengkapnya