Universitas Bina Merdeka Jakarta, lima tahun lalu.
Keyla menatap banner besar yang terpampang di atas pintu masuk gedung teater kampusnya. Kampus ini memang unik. Meskipun kampus ini tak begitu besar namun fasilitas yang ada sangat memadai dalam segala aspek termasuk gedung teater dan tentunya masjid kampus yang selalu ramai. Keyla membaca informasi yang ada di banner 'Saksikanlah Drama Spesial Remember, Teater Bimasakti, Sabtu 22 Februari 2018 pukul 14.00 WIB.'
“Hai, Key! Bengong mulu! Ayo masuk!” Seorang gadis berhijab pink menyapanya.
“Oh hai, gak bengong kok. Aku lagi baca banner itu.” Keyla menunjuk banner yang terpasang di atas pintu gedung teater.
“Kamu datang kesini mau nonton teater kan? Ya udah ayo masuk nanti keburu penuh loh kursinya.” Fina menarik lengan Keyla memasuki gedung teater.
“Apaan sih, Fina. Gak usah narik-narik tangan deh, aku bisa jalan sendiri. Aku tadi cuma ngamatin info-info di lingkungan kampus aja. Dan aku kurang tertarik dengan pertunjukan teater. Menurutku kegiatan belajar, ngerjain tugas kampus, atau minimalnya baca buku itu lebih bermanfaat,” ujar Keyla sambil perlahan menepis tangannya.
“Ya ampun, Keyla. Flat banget ya hidup kamu. Yang ada di otakmu cuma belajar mulu, gak capek apa? Sesekali nonton teater kan gak masalah, Key. Buat hiburan melepas penat. Lagian nanti itu malam minggu, besok hari libur. Ya udah sih nikmatin aja!” Fina kembali mengajak Keyla masuk. Dia berjalan menuju kursi paling depan.
“Hmm begitukah? Eh tunggu dulu! Kita duduk di bangku paling depan? Bukannya sama aja mau duduk di manapun?” tanya Keyla. Ia akhirnya memutuskan ikut masuk menemani sahabatnya.
"Itu biar aku bisa lihat aktor utamanya dengan jelas," ujar Fina tersenyum.
“Hooh, kamu mau nonton teater apa nonton aktornya?” seloroh Keyla. Fina mendelik kesal, tapi tak butuh waktu lama tatapannya kembali fokus ke arena di depannya. Sepertinya dia memang sangat menanti pertunjukan teater siang hari ini.
Berbeda dengan Fina ataupun para pengunjung lainnya yang terlihat antusias di sekelilingnya, Keyla melihat adegan demi adegan di depannya dengan santai. Dia mengamati skenario yang dibawakan seperti sedang membaca buku. Teater hari ini bercerita tentang persidangan mengenai kasus percobaan pembunuhan terhadap seorang gadis remaja berusia 18 tahun. Namun sang pelaku justru tidak mengingat kalau dirinyalah yang melakukan kejahatan tersebut.
"Hmm apakah ini tema yang populer?" batin Keyla. Tanpa disadari olehnya, tingkahnya itu membuat ia jadi kontras dibanding para pengunjung lainnya. Duduk tenang, menatap lurus, tersenyum simpul ketika yang lain bersorak, ia memancarkan aura keanggunan, atau mungkin keangkuhan, tergantung suasana hati mereka yang menilai. Hal itu pula yang turut mencuri perhatian Alvin, aktor utama di teater tersebut. Seusai pentas, Alvin tampak turun dari panggung dan mendekati dua gadis muda yang hendak beranjak dari tempatnya.
"Hai, kalian orang baru ya. Aku Alvin, Alvin Dwi Ramadhan." Alvin tersenyum ramah. Tangannya terulur maju mengajak bersalaman. Untuk sesaat tangan itu menjadi canggung karena tidak mendapatkan sambutan. Di satu sisi Fina menghargai Keyla yang terkadang seperti ukhti-ukhti kampus meski jilbabnya tidak lebar. Di sisi lain Keyla merasa tergelitik dengan sikap Alvin. "Aku pikir aku tadi tidak menunjukkan gelagat tertarik dengannya. Apakah setiap aktor teater selalu meluap-luap kepedeannya seperti itu?" gumam Keyla terhibur.