Ingatan Seorang Saksi

Nadzir Arafah
Chapter #5

Meraba Jejak

Di sebuah ruangan kecil yang disediakan khusus untuk kantor sementara bagi psikolog forensik, di gedung Polisi Metro Jakarta Selatan, Keyla duduk di depan meja kerjanya. Matanya menatap serius mencermati lembar demi lembar berkas kasus Vito di tangannya.

"Siang, dok. Terdakwa inisial SH sudah hadir di ruang interogasi!" Seorang ajudan polisi melapor sekaligus menandai telah berakhirnya momentum analisisnya.

"Baik, terima kasih. Saya segera ke sana," ujar Keyla. "Ah, masih saja ada yang memanggilku dokter. Tapi mau bagaimana lagi, antara psikolog forensik, dokter forensik[1] dan psikiater forensik memang beda-beda tipis." Keyla, dengan balutan busana serba hitam, kerudung hitam dan kemeja putih, melangkah menuju ruang interogasi yang pintunya sudah terbuka. Dari luar tampak seorang ibu paruh baya yang sedang duduk gelisah sendirian.

"Selamat siang, Bu Sri. Saya Keyla, seorang psikolog forensik. Kita akan melakukan wawancara agar persidangan nanti bisa berjalan dengan lancar," ujar Keyla dengan ramah. Wanita di depannya hanya menatapnya tak tenang. Raut mukanya seperti berteriak ingin semua prosedur ini cepat selesai.

"Dalam wawancara ini, saya akan memberitahukan hak-hak Anda. Lalu jika Anda bersedia memberikan pernyataan, ceritakanlah sesuai bahasa Anda. Silakan bercerita sampai selesai. Saya tidak akan menyela," jelas Keyla. Ia sengaja menyampaikan penjelasannya sepenggal-sepenggal. Tapi tetap saja, Bu Sri terdiam membisu.

"Ketika semua rincian sudah Anda sampaikan, Bu Sri, barulah saya akan menindaklanjuti dengan pertanyaan-pertanyaan yang diperlukan. Saat saya berbicara, Anda boleh mengajukan pertanyaan balik -kapan saja- jika ada kalimat saya yang tidak sesuai," ujar Keyla sembari tetap tersenyum. Di saat itulah Keyla menyadari sorot mata ibu di depannya berubah dari gelisah menjadi jenuh. Ya, jenuh.

"Saya minta kerjasamanya, Bu Sri. Anda berhak minta didampingi pengacara dan juga berhak tetap diam. Namun di sisi lain, keterangan Anda akan sangat membantu jalannya persidangan nanti." Keyla dengan senyum profesionalnya dengan sabar menjelaskan.

"Jika tidak ada lagi yang dipersoalkan mari kita mulai wawancaranya. Saya sudah membaca berkasnya bahwa Anda mengaku sebagai pelaku pembunuhan dari almarhum Vito. Saya ingin mendengar dari Anda keterangan selengkapnya," sambung Keyla sambil tak lupa mempertahankan senyumnya.

"...."

Lihat selengkapnya