Agenda ruang sidang yang ramai pengunjung terus berlanjut setelah saksi ahli meninggalkan kursinya. Keyla menuju ke beberapa kursi kosong di dekat jaksa penuntut yang telah diperuntukkan untuk para saksi ahli. Ia menoleh sekilas ke barisan kursi pengunjung. Tidak ada yang ia kenal. Tadinya ia berharap ada satu-dua wajah teman Alvin terlihat di sana.
Suasana di dalam ruangan terasa makin khidmat. Para pengunjung mulai antusias menunggu siapa kira-kira yang akan dipanggil selanjutnya. Jaksa penuntut sudah berdiri di depan mejanya, siap memanggil saksi berikutnya.
Suara jaksa memecah keheningan siang hari itu. Saksi a charge (saksi yang akan memberatkan terdakwa), demikian diumumkan oleh jaksa. Saksi itu disebutkan bernama Andi Nugroho, ayah Alvin. Alvin pernah memberitahu dirinya bahwa nama kedua orangtuanya adalah Sri Handayani dan Andi Nugroho.
Orang itu menjadi salah satu saksi kunci karena dia berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP). Pandangan pengunjung di sidang menjadi banyak yang tertuju ke arah pintu masuk ruang sidang.
"Lagi-lagi sifatnya memberatkan terdakwa. Keteranganku secara tidak langsung juga memberatkan ibu dari Alvin. Kasus ini tragis, aneh dan mencurigakan. Aku tidak tahu efek apa yang akan dibawa dari persaksian Alvin. Terlebih lagi, Alvin juga bermasalah dengan tidak mengingatku. Ugh, ayolah, aku ini Keyla bukan Conan Edogawa. Semoga semuanya akan berjalan dengan baik-baik saja," gumam Keyla.
Beberapa saat kemudian pintu ruangan terbuka perlahan. Seorang pria paruh baya berpakaian rapi masuk ke dalam ruang sidang. Posturnya tinggi besar, mungkin sekitar 180 cm. Wajahnya memiliki alis tebal dan garis rahang yang tegas. Raut mukanya tegang, namun dia tetap tenang saat berjalan menuju kursi pemeriksaan yang terletak di depan meja pengadilan.
Bapak bertubuh kekar yang jadi saksi itu perlahan duduk di tempat yang disediakan. Segera setelahnya, hakim ketua menjelaskan dengan singkat kepadanya prosedur seorang saksi.
Setelah dimintai menjalani sumpah saksi, hakim ketua memulai pertanyaannya dengan konfirmasi identitas saksi, “Saudara saksi, bisakah Anda memperkenalkan diri dan memberikan latar belakang Anda terkait kejadian yang sedang kita bahas?"
“Baik, perkenalkan nama saya Andi Nugroho. Saya adalah suami dari terdakwa sekaligus ayah korban. Saya berani bersumpah bahwa saya melihat sendiri kejadian pembunuhan yang dilakukan istri saya.” Pak Andi menjelaskan dengan lugas.
"Saudara, Anda adalah ayah dari korban yang telah meninggal dalam kasus ini. Saya memahami bahwa ini adalah momen yang sangat sulit bagi Anda. Namun, saya mohon Anda memberikan keterangan yang jujur, rinci dan seakurat mungkin tentang kejadian tersebut. Tolong ceritakan kepada kami apa yang Anda saksikan pada hari itu." Jaksa penuntut menatap saksi TKP dengan tajam.
"Pada hari itu, kami berada di rumah bersama putra kami yang berusia 31 tahun yang menderita autisme. Istri saya, yang biasanya sabar dan penyayang terhadap putra kami, tampak sangat terbebani dan stres dalam beberapa minggu terakhir. Putra kami sedang mengalami episode ketidakstabilan emosi dan mengamuk, merusak barang-barang di dalam rumah."
Suami terdakwa itu mengambil napas dalam-dalam untuk menahan emosinya sejenak sebelum melanjutkan.
"Dalam keadaan ketegangan yang tinggi, istri saya tiba-tiba berubah menjadi sangat marah dan tak terkendali. Dia mengambil pisau dapur dari meja dekat tivi dan mulai mengayunkannya ke arah putra kami. Saya, saya tidak bisa mempercayai apa yang sedang terjadi. Saya berusaha dengan keras untuk menghentikannya, meraih tangan istri saya dan berteriak agar dia berhenti. Tapi di tengah pergumulan itu istri saya masih sempat menusukkan pisau itu ke tubuh putra kami”