Ini aku, bukan dia

Kartika kurniati
Chapter #1

Prolog

Ini sebuah mimpi buruk, mimpi yang ia usahakan tidak jadi kenyataan. Tapi Carissa sudah telat, ia duduk di rias di depan cermin lengkap dengan lampu neon terang beberapa Watt.

Lihat, ia tampak cantik, menawan, anggun, memesona layaknya si kembarannya, Kalina yang kini kabur entah ke mana. Si perempuan jelmaan Medusa itu menghilang ketika pertunangannya dengan pengusaha muda akan diadakan.

Beraninya, Kalina lari dengan alasan melihat manusia yang mirip dengan Geka. Ini bukan yang pertama. Kalina memang hobi membuat masalah dan obsesinya terhadap Geka menjadikan jarak kata damai di antara mereka kian melar. Geka sudah meninggal beberapa tahun lalu, Kalina belum bisa berdamai dengan masa berkabungnya. Kalina pantas dibawa ke rumah sakit jiwa untuk diuji kelayakan otaknya.

Carissa mengusahakan senyum terbaik walau bibirnya serasa dilapisi semen. Ia menikah sekali, bertunangan sekali dan semua hubungannya kandas. Ngomong-ngomong ini pertunangan keduanya yang kemungkinan besar juga akan berakhir sebelum Genap seminggu.

Ia memang tidak beruntung dengan pria dan celakanya sampai sekarang ia masih perawan. Janda tapi masih tidak tersentuh. Carissa ingin tertawa, menertawakan kisah rumah tangganya yang tragis. Ia menikahi seorang homoseksual tampan, yang menutupi kekurangannya dari dunia dengan tameng dalam bentuk seorang istri. Max membodohi semua orang termasuk Carissa .Hidup dengan Max tak bahagia tapi kenapa juga lelaki yang malah mengambil opsi bunuh diri padahal Carissa yang lebih banyak tersakiti.

Ketika Max ditemukan gantung diri, semua mata menuduh ke arah Carissa sebagai penyebabnya. Saat itu ia ingin berteriak, lalu menarik kerah semua orang dan mengatakan bahwa Max homo tapi semua tertahan karena kompensasi yang keluarga Max bayarkan.

Dan yang menerima semua keuntungan dari peristiwa naas yang menimpa Carissa kini berdiri di depan pintu sembari melihat jam tangan. Ayahnya Pak Wibisana, memastikan anaknya tidak akan kabur sehingga perjanjian bisnisnya terlaksana.

“Sudah siap? Semua tamu sudah menunggu kita.”

Carissa berdiri, lalu menyibakkan ekor gaun malamnya yang panjang. Langkah kakinya berat, tapi ia tak butuh dipegangi siapa pun sampai Tangan seorang pria terulur.

“Mau ku tuntun?”

Lihat selengkapnya