Setelah Sandiwara ala Opera sabun ia mainkan. Hidup Carissa berjalan seperti biasa. Ia bangun lalu berangkat melakukan hal yang ia suka. Sesekali ke kantor mengganggu Kalingga dan ayahnya. Kepergian Kalina ada manfaatnya, setidaknya hidupnya tenang tanpa recokan saudara kembarnya. Sampai di suatu pagi yang cerah seseorang datang membawa malapetaka.
Carissa harusnya bisa bangun siang lalu berolahraga ringan, dikejutkan oleh gedoran di pintu rumah pribadinya. Rumah hasil pernikahannya dengan Max tapi tentunya bukan rumah yang dipakai mantan suaminya untuk gantung diri. Ia sudah lepas dari jeratan Max. Masak ia juga harus bersanding dengan arwahnya.
Sisil datang tanpa pemberitahuan. Biasanya jika mahluk ini berkunjung, maka ada tugas Kalina yang mesti ia tambal.
“Kenapa Lo pagi-pagi ke sini. Bawa tas gede banget. Siapa yang Lo bawa?”
Di belakang Sisil sudah ada manusia setengah wanita yang memperkenalkan dirinya sebagai make up artist.
“Gue butuh bantuan lo.”
“Bantuan apa? Bukannya semua kerjaan Kalina udah gue handle. Katanya kalau semua kerjaan Kalina selesai, gue boleh istirahat dan balik lagi jadi diri gue sendiri.”
“Ini bukan soal kerjaan. Ini masalah hubungan Lo sama Abi.”
“Yang tunangan sama Abi tuh Kalina bukan gue. Lagian kalau Kalina balik, dia nanti yang merencanakan pernikahan sama Abi.”
“Tapi Kalina belum balik kan dan sekarang dia punya rencana perjalanan ke Italia sama Abi.”
Carissa langsung melotot. “Masalah perjalanan gak pernah Lo omongin ya.”
“Ini baru gue omongin sekalian gue bawain make up artis buat dandanin Lo. Kopernya udah gue siapin. Passpor dan visa Kalina juga udah diurus.”
Rissa berkacak pinggang sembari mondar-mandir. “Itu punya Kalina dan bukan gue. Jadi gue gak mau pergi bareng Abi ke Italia.”
“Perjalanan ini gratis, dibayarin Abi seratus persen. Lo cukup jadi Kalina. Italia gak jelek juga. Di sana ada Colloseum sama tempat bersejarah. Banyak patung pan, Ada peninggalan kerajaan Romawi. Lo bisa ketemu patung kaisar Romawi. Lo puas-puasin tuh liat muka Nero.”
Carissa diam sejenak. Merasa tertarik dengan tempat bersejarah yang Italia punya tapi apa itu sebanding dengan berduaan bersama Abi. Tampaknya pria itu sangat memuja Kalina. Hatinya tertusuk nyeri ketika mengetahui ada satu lagi orang yang memilih Kalina dibandingkan dengan dia.
“Lagi pula bokap sama nyokap Lo setuju.”
“Gue bukan anak di bawah umur ya Sil yang Perlu ijin Papi sama Mami.”
Tapi kenyataannya ponselnya berbunyi. Itu panggilan dari ayahnya Tuan Dirga yang suka memerintah, mengintimidasi. Carissa merotasi bola mata lalu mendengus jengkel. Sisil manajer adiknya malah terkekeh geli karena si rambut mirip negara api itu sudah pasti mendapatkan kemenangan.