Ini Bukan Laut Belanda

Charisma Rahmat Pamungkas
Chapter #20

Rencana Rumit

Dengan persenjataan yang disediakan Christopher Raphe, harta yang diperoleh dari kapal-kapal dagang asal Banten, dan ratusan kapal Belanda, bangsa Bugis dan Bone tergiur untuk kembali merentangkan layar di bawah panji Arung Palakka. Pasalnya, kemenangan sudah pasti di depan mata. Mereka tak akan mengulangi kesalahan tempo dulu, saat Makassar memporak-porandakan mereka.

Ditambah lagi, kini tersiar kabar bahwa Batavia mengirim bala bantuan berupa prajurit-prajurit partikelir untuk membantu Admiral Cornelis Speelman. Tentu saja, kabar itu salah. Karena, prajurit partikelir yang dimaksud, secara geografis, berasal dari Banten, bukan dari Batavia. Namun, secara faktual, prajurit partikelir ini sejatinya adalah mantan pelaut Arung Palakka yang kini kembali lagi masuk dalam barisan.

Sahin dengan kapal Sabakingking masuk dalam regu penyerang yang dikomandoi langsung oleh Arung Belo. Di atas Arung Belo, ada Arung Palakka, sang pahlawan bangsa Bone. Sementara itu, regu penyerang dari pihak Belanda dikomandoi oleh Kapitein Jonker, tentara asal Ambonia yang menjadi tentara Belanda untuk merebut kembali kehormatan keluarganya.

Kedua petinggi itu, Arung Palakka dan Kapitein Jonker saling memberikan usul kepada Cornelis Speelman perihal cara terbaik melumpuhkan Benteng Somba Opu. Karena, berkat benteng itulah orang-orang Makassar sanggup melumpuhkan musuh bahkan sebelum kapal-kapal mereka berlabuh.

Christopher Raphe mengusulkan kepada Sahin supaya kapal-kapal terbesar milik Belanda dipasangi mortar, alias meriam jarak jauh. Dengan begitu, Benteng Somba Opu dapat diserang dari luar jarak tembak meriam-meriam benteng tersebut. 

“Aku tak yakin para serdadu Belanda sanggup mengoperasikan mortar dari kapal dengan ketepatan prajurit-prajurit Banten, Raphe,” sanggah Sahin.

“Mereka tak perlu memiliki kejelian seperti orang-orang Banten. Target kita kali ini adalah sebuah benteng besar yang tak akan bergerak. Mendarat di mana pun, peluru mortar pasti akan memporak-porandakan benteng itu,” jawab Raphe.

Sahin setuju dengan Raphe, maka ide itu disampaikan kepada Arung Belo. Pada saat itu, Sahin juga mengutarakan niatnya bergabung kembali dengan pasukan Arung Palakka. “Dahulu, Daeng Pangeran Arung Palakka berjanji memberikan pengiring kepada ayahku untuk berlayar mencari Mata Air Keabadian di Florida,” kata Sahin.

“Mata air legenda para pelaut Portugis itu?” tanya Arung Belo memastikan.

“Benar,” jawab Sahin serius, “Aku harap, Daeng Pangeran masih memegang janji.”

“Pasti, pasti. Setelah kita berhasil menumpas para pemberontak di Makassar, kau pasti mendapatkan pasukanmu. Sementara ini, sebaiknya kita biarkan Daeng Pangeran fokus mengatur strategi dan kau fokus mempersiapkan awakmu,” jawab Arung Belo sambil lalu.

Lewat Sahin dan Arung Belo, ide Christopher Raphe kemudian tiba ke Arung Palakka. Beliau pun menyampaikan ide tersebut kepada Cornelis Speelman. Pada saat yang sama, Kapitein Jonker mengusulkan supaya Benteng Somba Opu diserbu dari darat.

Mungkin karena kas VOC sedang banyak-banyaknya atau karena Admiral Cornelis Speelman benar-benar berambisi mengalahkan Makassar demi kegemilangan rekam jejak pekerjaannya, yang jelas, Speelman menyetujui usulan keduanya.

Maka, segeralah terbit surat pembelian mortar dari saudagar Christopher Raphe, kelahiran Inggris, berdomisili asli di Banten. Surat pembelian itu diberikan kepada Arung Palakka, yang menyerahkannya kepada Arung Belo, kemudian diserahkan kepada Sahin. Sang admiral pun menerbitkan surat perintah penyerangan darat, yang diberikan kepada Kapitein Jonker.

Ketika Christopher Raphe menerima surat dari Sahin, dia tertawa terbahak-bahak. Kata dia, “Admiral kita ini bodoh, nekat, atau lugu sebenarnya? Tak tahukah dia aku ini penyelundup? Apakah dia yakin mau membeli persenjataan secara resmi dari penyelundup, asal Inggris pula!”

Perkataan Raphe jelas sampai ke telinga Admiral Cornelis Speelman. Setelah menimang-nimang, akhirnya dia menghapus nomor register surat pembelian mortar tersebut. Dengan begitu, aman sudah nama baik sang admiral di mata petingginya.

Setelah persiapan beberapa bulan, siap sudah pasukan penyerbu. Kabar burung perihal penyerbuan ini pun sudah sampai ke telinga Sultan Hasanuddin Makassar. Maka, dia memperkuat berbagai barisan prajuritnya. Penjagaan di Benteng Somba Opu diperketat. Para prajurit diberi latihan dan makanan ekstra. Sementara itu, para ahli strategi dipersilakan berpikir kreatif di luar kebiasaan demi mendapatkan strategi bertahan tak terkalahkan.

Setelah kapal-kapal jenis fluyt Belanda dilucuti dari meriam-meriam samping dan dipasangkan mortar, barulah penyerangan ke Benteng Somba Opu dimulai. Perhitungan Christopher Raphe benar. Dengan mortar, VoC bisa menyerang Somba Opu dari jauh, sementara lontaran bola meriam Somba Opu tak sampai mengenai kapal-kapal VoC.

Kapal-kapal Makassar berlayar untuk melumpuhkan kapal mortar VoC. Di sinilah peran Sabakingking dan pasukan Arung Palakka. Mereka melindungi kapal mortar dari serangan kapal Makassar.

Pada saat bersamaan, pasukan-pasukan pemberani yang dipimpin oleh Kapitein Jonker mempertaruhkan nyawa untuk berlabuh ke pesisir. Sebagian dari mereka gugur dihantam meriam Somba Opu. Sebagian lagi berhasil mendarat, mengeluarkan persenjataan, mendirikan kamp, dan mulai berbaris, mempersiapkan penyerangan darat.

Hasil dari pertempuran ini pastilah tercatat dalam sejarah, baik sejarah yang ditulis dari sisi Belanda, Makassar, atau para pelaut partikelir. Sekitar 12 Juni 1669, Somba Opu berhasil ditaklukan. Bendera VoC berkibar di berbagai penjuru tiang benteng.

Lihat selengkapnya