INI CERITAKU

Adri Adityo Wisnu
Chapter #1

ANAK SETAN

Sekarang, hobi gue adalah hobi orang pada umumnya; main game, baca manga, nonton film atau series, denger musik, ngelamun, ya pokoknya hal-hal yang umum, deh. Tapi semasa kecil, gue memiliki hobi yang sangat berbeda; yaitu membuat onar. 

Gue adalah anak yang nakal banget.

Itu semua karena pada masa itu orangtua gue dua-duanya bekerja, jadi seringnya gue dititipin ke pengasuh. Ya… yang namanya pengasuh kan pasti berbeda-beda sifatnya. Ada yang baik tapi tegas, ada yang tegas doang tapi nggak baik, ada juga yang “terserah deh lo mau ngapain aja, yang penting gue dibayar.”

Dari semua sifat pengasuh yang beragam itu, ada satu hal yang pasti: Mereka semua pada nggak betah ngasuh gue. Malah pernah ada satu pengasuh yang setelah ngasuh gue selama sebulan, dia langsung resign, memutuskan untuk child free dan menjadi biarawati.

Ada satu pengasuh gue yang ketika malem-malem, begitu bokap pulang kerja, dia langsung nyamperin bokap sambil nangis-nangis dan minta berenti. Gue memang sering bikin dia kelimpungan sendiri dengan tingkah gue, tapi biasanya dia masih bisa tahan. Entah karena memang punya kesabaran yang besar, atau karena BU. Puncaknya adalah pada suatu siang, seberesnya gue sekolah. Waktu itu gue masih TK di Mutiara Indonesia di Pejompongan. 

Selepas sekolah, gue dan pengasuh menunggu dijemput pamannya nyokap gue di depan gerbang sekolah. Karena lama dan waktu itu cuaca lagi panas banget, gue minta dibeliin minum ke pengasuh.

“Tunggu dulu sebentar ya. Bentar lagi dijemput. Nanti di rumah bisa minum yang banyak,” kata pengasuh gue menolak. Mungkin dia juga lagi bokek dan bokap gue nggak nitipin uang buat gue jajan. 

Anak baik, mungkin akan mengangguk patuh dan menunggu dijemput dengan sabar meskipun penuh dahaga. Tapi tidak dengan gue.

Gue merengek, berontak, dan tantrum, sehingga mau tidak mau bibi pengasuh terpaksa membelikan gue minum. Kebetulan di sekitar situ ada abang-abang penjual minum pinggir jalan. Gue ditanya mau minuman apa, dari gue memilih minuman teh yang dikemas dalam sebuah botol beling. Gue nggak tahu harga minumannya berapa, tapi gue inget raut wajah pengasuh gue waktu mengeluarkan uang buat bayarnya. 

Dia pengeluarkan sebuah dompet kecil dari tasnya yang sudah lusuh. Dengan perlahan, pengasuh gue membuka resletting dompetnya. Suara pengait resletting yang satu persatu terbuka seolah menjadi siksaan sendiri baginya. 

Mungkin dia berpikir, kalau dia lama-lamain buka dompetnya, mungkin pamannya nyokap gue akan sampai di saat-saat terakhir dan membayarkan minumannya. Dengan begitu, uangnya akan selamat. Tapi itu cuma terjadi di film. Nyatanya, tetap pengasuh gue lah yang harus ngeluarin uang. Dengan berat hati ia membayar minuman.

Normalnya, sehabis minum, botol-botol kosongnya disimpan kembali ke dalam krat minuman untuk si penjualnya kembalikan ke distributor. Jika ada botol yang pecah makan penjual harus ganti rugi. 

Waktu itu, sehabis minum, alih-alih mengembalikan botolnya ke si abang penjual atau menyimpannya kembali di krat, gue dengan penuh semangat dan energi mengambil ancang-ancang untuk melemparkan botol itu. 

Lihat selengkapnya