Semasa SD, gue punya prinsip lebih baik boker di celana daripada boker di kamar mandi sekolah. Selain kotor, gelap, dan baunya menyiksa panca indera, yang paling bikin gue ogah adalah... pintunya nggak pake kunci.
Gue pernah mengalami satu kejadian traumatis waktu lagi BAB di toilet sekolah. Biasanya, setiap alam mulai memanggil, gue langsung mengerahkan seluruh tenaga jiwa dan raga buat menahan itu semua tetap di dalam. Tapi siang itu... siang yang kelam... pertahanan gue jebol. Alam memanggil, dan kali ini dia bukan cuma memanggil, dia menyerbu dan mendorong, memaksa untuk segera keluar.
Keringat gue bercucuran, duduk pun gelisah nggak karuan. Gue pencet-pencet perut, gonta-ganti posisi kayak orang nggak betah, tapi tetap aja nggak ketahan. Nyokap gue pernah bilang, kalau lagi nahan BAB, coba genggam sesuatu sekeras mungkin biar lebih tahan. Jadi gue ambil pensil paling panjang, gue genggam sekuat tenaga... Eh, pensilnya patah, mulesnya nggak berkurang. Malah nambah.
Begitu bel istirahat bunyi, gue langsung lari sekencang-kencangnya menuju toilet. Baru masuk, gue langsung disambut semerbak aroma pesing dan bau-bau lain yang bahkan gue nggak mau tahu asal-usulnya. Ruangan pertama berisi empat tempat pipis berjejer, dan di paling ujung ada dua bilik kecil, masing-masing cuma punya satu WC jongkok dan sebuah ember.
Gue memasuki satu bilik dan bersiap-siap membuka celana ketika gue menyadari kalau... PINTUNYA NGGAK ADA KUNCINYA!
"Ah gila, yang bener aja dong!!" seru gue yang udah nggak tahan lagi.
Gue pindah ke bilik satunya... dan hasilnya sama aja. Nggak ada kunci juga. Toilet lain jaraknya lumayan jauh, dan gue yakin gue nggak bakal sempat sampai sana dalam keadaan genting begitu.
Akhirnya, dengan penuh kepasrahan, gue tutup pintu itu dan gue tahan pakai tangan sambil jongkok.
Waktu pun berlalu. Gue buang air dengan penuh kekhusyukan. Karena itu jam istirahat, gue yakin anak-anak lain pasti lagi sibuk antre di kantin, jadi gue sedikit menurunkan kewaspadaan. Pelan-pelan gue lepas tangan gue dari pintu, lalu gue gantikan dengan gayung sebagai penahan.
"Eh, temenin gue kencing dulu!" gue dengar ada suara laki-laki dari luar.
"Yaudah buruan, Dli!" sahut suara satu lagi.
Itu suara Fadli dan Ikrar, dua anak sekelas gue yang sok jagoan dan suka cari masalah sama orang lain tanpa alasan yang jelas. Gue menahan napas, berusaha keras untuk nggak membuat suara sama sekali.
"Eh, liat tuh pintunya ketutup," kata Ikrar.
"Hihi, ada orang kali, ya." balas Fadli.
"WOY ADA SIAPA DI DALEM?! seru Ikrar.
Gue diam aja. Gue lihat gayung yang menahan pintu dan berpikir, semisal mereka berdua iseng, gayung doang nggak cukup buat menahan pintu biar nggak terbuka lebar.
Gue dengar mereka berdua saling berbisik. Kemudian...