Ini Negeriku

R Fauzia
Chapter #15

Ini Deritaku, Bukan Deritamu

Hampir dua minggu berlalu dari peristiwa berdarah di kota tercinta. Aktivitas di hampir seluruh Jakarta dan sekitarnya sudah berjalan seperti biasa, kecuali untuk sebagian orang. Mereka yang rumah atau tokonya hancur. Mereka yang terluka saat kerusuhan. Mereka yang direnggut haknya akan rasa aman, yang diinjak-injak haknya untuk hidup merdeka di negara sendiri. Mereka yang masih harus berjuang untuk sembuh dari rasa trauma. Di antara sebagian itu ada Agnes dan keluarganya.

Mengajukan cuti tanpa dibayar, gadis itu menghabiskan hari-hari di rumah, menjaga, dan mengurus Fanesia yang masih belum pulih. Luka serta lebam di wajah dan di beberapa bagian tubuh masih kentara, namun gadis itu menolak ke dokter. Ia juga masih melakukan aksi diam, hanya menjawab satu atau dua patah kata jika benar-benar dirasa perlu. Agnes sangat sabar menghadapi sikap menarik diri sang adik walau ia sendiri lelah raga dan jiwa. Satu-satunya yang bisa menenangkan hatinya adalah saat berteleponan dengan Ramli. Tidak ada hari yang dilewatkan tanpa salah satu dari mereka menelepon. 

Pagi itu, Agnes terpaksa harus keluar rumah untuk mengambil uang. Baru saja asisten rumah tangganya melaporkan stok keperluan rumah tangga dan sembako yang hampir habis. Sebetulnya bisa saja, Agnes meminta uang pada papinya yang sudah tiga hari kembali dari Solo. Namun, gadis itu tidak tega melihat wajah muram sosok tercinta yang masih terpukul melihat kondisi putri bungsunya. 

“Fanfan, kamu butuh apa? Cici mau ke ruko depan.” Agnes bertanya setelah melangkah masuk ke kamar Fanesia. Yang ditanya menggeleng. 

“Mau mi ayam atau pizza depan? Kata Titin udah jualan.”

Kembali, hanya gelengan kepala sebagai jawaban.

“Oh, ya. Pembalut masih ada?”

“Bisa enggak sih, enggak nanya-nanya terus!” Kerasnya bentakan Fanesia membentak Agnes terkejut. 

Why are you so upset, like that? Aku nanya baik-baik!” tanyanya tersinggung. Sang adik beranjak dari duduknya dengan wajah datar.

“Kamu ditanya diam terus. Tapi, bentak-bentak bisa!”

Lihat selengkapnya