Agnes sudah memarkir sedannya di Basement 2 Gedung Menara 33, namun ia baru mematikan mesin setelah dilihatnya Ramli berjalan mendekat. Bahkan, melihat dari jarak beberapa meter, sorot mata keduanya lebih dulu bicara.
“Hai!” sapa Ramli dengan ketenangannya yang biasa namun terasa luar biasa. Berdiri berhadapan di samping pintu mobil, Agnes tersenyum. Bahkan, hati, serta netranya ikut tersenyum.
“Tumben bilang hai.”
“Loh! Memang biasanya gimana?”
“Biasanya enggak pakai hai.”
“Ya sudah, nanti-nanti enggak pakai hai.”
“Jangan! Aku suka hai-nya.”
Ramli tertawa. Bagi Agnes, tawa itu seperti angin sejuk di pegunungan.
“Thanks, ya. Jemput ke sini.”
“Makasih juga.”
“Makasih buat apa?”
“Diminta jemput.”
Bergantian Agnes yang tertawa. Mata sipitnya yang tinggal segaris dan wajah manisnya membuat tatapan Ramli tertahan. Beberapa detik, rasa rindu bertukar lewat sorot mata.
“Mau bubur ayam?”
“Mau!” Agnes menjawab cepat walau ia sudah sarapan sebelum berangkat.
“Tapi, panas!” ucap Ramli sambil berjalan di samping gadis itu.
“Enak, dong! Bubur ‘kan memang enaknya panas.”
“Tempatnya panas.”
“Kamu pikir aku vampire! Takut panas.”
Untuk pertama kalinya sejak ia bekerja di Telco Gamma, Agnes merasakan bersantap pagi di tenda belakang kompleks perkantoran. Mereka sempat berpapasan dengan Alma, dan Dini yang memang telah menjadi pelanggan kesayangan Mang Buryam sejak lama. Baru kali itu, Agnes tidak peduli dengan sikap antipati rekan satu tim Ramli.
Sejak itu, hampir setiap hari keduanya menyempatkan bertemu. Jika mereka tidak bertugas di luar kantor, makan siang berdua menjadi jadwal tetap. Namun, jika seharian sibuk, mereka akan makan malam bersama sebelum pulang ke rumah masing-masing. Kedekatan keduanya sudah menjadi topik hangat di kantor, terlebih lagi di departemen Commissioning & Engineering. Thamrin kecipratan olok-olok rekan satu tim sebagai Pendekar Mabuk Cinta yang cuma bisa mabuk tanpa mendapatkan cinta.
Pernah satu kali, Seno menegur halus Ramli. Project Manager yang dikenal religius itu bertanya, “Ram, sampean sama Mbak Agnes?”