Bukan Bara namanya jika hanya menunggu tanpa berusaha keras meraih apa yang diinginkannya. Salah satunya membuat Rafa ceria kembali. Bahkan jika mungkin, menarik hati gadis itu lebih dekat dan kemudian menjadi miliknya. Dia tak peduli apa pun yang menimpa Rafa. Bara merasa, dialah orang yang tepat melindungi Rafanda. Perempuan yang dikenalnya begitu ceria, menggemaskan, cerdas, suka menulis dan pandai berteman.
Bara akui, Gerry orang paling dekat dengan Rafa. Dia pula yang selalu hadir saat Rafa menghadapi masa kelam itu. Tapi bukankah dia juga teman Rafa? Bukankah dia juga memahami musibah yang menimpa Rafa. Bukankah status Gerry sebagai sahabat, sama seperti dirinya? Jadi, apa salahnya untuk membuka hati Rafa.
Dia tak akan membiarkan gadis itu murung terus menerus. Rafa harus melanjutkan mimpi-mimpinya. Rafa harus menikmati masa sekolah di SMA yang indah. Masa SMA yang singkat harus diisi dengan pengalaman yang menyenangkan dan berguna untuk diri sendiri dan orang lain. Dan, Bara sudah bertekad untuk itu.
Karena tekadnya itulah, hari ini, Bara melangkahkan kaki ke rumah Rafa. Dia memang kerap mengunjungi Rafa apalagi mereka ada tugas sekolah. Atau sekadar mengantar gadis itu pulang. Sepulang sekolah, Bara melihat Rafa termenung di halaman depan rumahnya menatap deretan pot bunga yang tertata apik. Ibunda Rafa memang pencinta tanaman hias. Ada anggrek, kamboja, lavender dan matahari. Hari itu, bunga Matahari sedang bermekaran indah. Warnanya mentereng di antara bunga di taman itu.
Bara tersenyum melihat gadis yang kini lebih banyak diam.
"Jangan meratapi nasibmu terus. Ayo senyumlah,"Bara mencoba menghibur Rafa saat menyambangi rumah gadis itu di senja hari. Tatapannya sehangat mentari pagi. Senyumnya mengembang.
"Fa, aku punya teka-teki nih. Orang apa yang berenang tapi rambutnya tak pernah basah?"
Rafa berpaling. Dahinya berkerut. "Apa?"tanya Rafa.
"Bukan teka teki namanya kalau aku memberi tahumu sekarang..." ujar Bara menggoda.
Rafa terdiam. "Simpan saja jawabannya." Sebuah reaksi yang sebenarnya tak diharapkan Bara. Biasanya, Rafa akan bersemangat menjawab teka teki. Bahkan dia akan memukulnya jika tak segera memberi tahu jawabannya. Kali ini benar-benar beda.
Rafa menatap bunga matahari yang tumbuh di pekarangan rumahnya. Ada kristal bening yang hendak tumpah di matanya. "Bunga matahari itu sangat indah. Suatu saat dia akan layu. Seperti aku," ujar Rafa dengan nada pelan dan berat.
Bara segera berpaling dan menatap gadis di sampingnya. Sekian detik terdiam, Bara tersenyum. Dia meraih sebuah kamera SLR dari tas ransel hitam miliknya.
"Coba deh pakai ini,"ujarnya sembari menyodorkan Canon ke tangan Rafa.
Rafa masih diam.
"Baiklah hari ini kita belajar sesi fotografi. Kamu murid pertamaku," Bara berdiri. Dia mengambil kembali kamera dari tangan Rafa dan berjalan ke arah bunga Matahari.
Dia mengambil beberapa gambar lalu kembali pada Rafa.
"Lihat ini." Bara menunjukkan beberapa jepretan kepada Rafa hingga mereka begitu dekat.
Mata Rafa berbinar. '"Indahnya... Dia takjub melihat foto karya bunga matahari itu.