Di Kampus. Fakultas Kelautan
Dewi terlihat cemas. Dia berjalan tergesa-gesa menuju klub selam di kampus. Pukul 17.00 Wita. Dia nyaris menabrak mahasiswa yang berpapasan dengannya.
"Maaf, maaf,"ujar Dewi.
Tiba-tiba dia berhenti. "Kamu bukannya teman seklub Rifqi? Dimana dia sekarang?" tanyanya sembari mengatur napas. Kedua mahasiswi itu berhenti.
"Kak Rifqi lagi di ruang kesehatan," ujar si mahasiswi yang mengenakan baju hijau muda.
"Terima kasih," jawabnya melangkah ke ruang kesehatan klub tersebut.
Tiba di sana, dia melihat Rifqi sedang berbincang bersama seorang mahasiswi. Wajahnya sedikit lega melihat Rifqi baik-baik saja.
Menyadari ada seseorang berdiri di pintu masuk, mahasiswi itu tersenyum. Dia baru saja akan berdiri saat tangan Rifqi menahan tangannya.
"Yan, kamu di sini dulu. Kepalaku masih sakit nih," pinta Rifqki, merajuk. Sembari melirik ke arah Dewi.
Yanti tersenyum dan duduk kembali. "Silakan duduk," ujar Yanti, rekan setim Rifqi di klub Selam Marine, mempersilakan Dewi duduk.
"Siapa, Yan?" tanya Rifqi.
"Kak Dewi," jawab Yanti. Rifqi meringis. "Aduh, aduh sakit Yan,"keluhnya. Yanti dengan sigap mengambil obat. Dewi yang melihat adegan itu tampak cemberut.
"Tumben ke sini Wi, ada apa?" ujar Rifqi yang masih berbaring. Di sampingnya Yanti menemani. Gadis manis dengan rambut kuncir satu sebahu dan berponi. Dewi memerhatikan gadis itu seksama. Mulai dari ujung kepala dan sampai kaki. Dia lalu menatap Riqki.
Cowok semampai berambut gondrong yang ramah. Suka bercanda dan sedikit jahil. Karakter yang sangat disukai Dewi. Kenapa mereka akrab banget? Apa mereka lagi pedekate?
"Katanya kamu sakit habis jatuh usai menyelam di Pulau Kapoposang. Makanya aku ke sini," ujar Dewi.
"Oh, alhamdullilah aku dah baikan kok. Ada Yanti tadi udah obatin," ujar Rifqi tersenyum menatap Dewi. Yanti berada di sisi pembaringan Riqki tersenyum ramah.
"Kalau udah baikan, aku pamit dulu ya. Kan sudah ada Yanti," ujar Dewi berdiri dan berjalan ke pintu. Hatinya sangat kesal melihat adegan itu. Sia-sia aku jauh-jauh dari fakultas ke sini hanya untuk melihat mereka mesra,huh!
"Kak, aku masih ada kuliah. Bisa ga Kak Dewi temani Kak Rifqi dulu?" pinta Yanti.
Dewi yang sudah melangkah dan menghadapi pintu ruangan itu berhenti. Dia diam sejenak.
"Baiklah, tapi jangan lama-lama. Aku juga ada kelas. Lagipula aku kasian, kalau kakak kelasmu itu hanya ditemani nyamuk," ujar Dewi. Yanti pun pamitan. Sekali lagi dia memeriksa lutut kiri Rifqi.
"Kak, lututnya nanti aku ganti perbannya ya. Aku ga lama kok," ujar Yanti. Rifqi mengangguk. Dia lalu meninggalkan mereka berdua.
Di balik pintu, Yanti mengintip. Dari jendela kaca, dia memberi isyarat oke pada Rifqi. Cowok gondrong itu membalasnya dengan senyuman.
Tak lama setelah Yanti pergi, Rifqi tersenyum sendiri. Dia bisa melihat sikap Dewi yang tidak menyukai perhatian Yanti terhadapnya.
"Kenapa masih berdiri di situ? Mau jadi satpam?" ejek Riqki.
Dewi dengan sedikit kesal menghampiri Rifqi.
"Kalau dirawat gadis secantik Yanti, pasti dalam hitungan menit kamu udah sembuh," celetuknya.
"Datang-datang kok bukannya kasih semangat. Aku kan habis jatuh," ujar Rifqi.
"Aku kan cuma gantiin sif nya dia. Oh ya kamu mau minum? Aku bawa jus nih," ujar Dewi. Dia menyodorkan sebuah botol minum berwarna biru muda kepada Rifqi.
Dewi membuka penutupnya dan menaruhnya di meja. Lalu diam.
"Kamu tidak mau menyuapiku?"
"Manja!” Dewi menoleh.
"Ayo ke sini."
"Ga mau!"
"Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan. Tapi takut didengar orang," Rifqi tersenyum manis. Jantung Dewi berdetak lebih kencang. Dia malu pada jantungnya sendiri. Menatap mata cowok berhidung mancung di depannya itu dia tak berani. Dewi masih diam. Aduh jantung ku kenapa ya? Kok berdebar secepat ini?
"Kamu marah ya melihat aku dan Yanti tadi?"
"Marah? Untuk apa?"
"Kamu cemburu?"
"Cemburu, apa? Jangan fitnah gitu, aku tidak.eh,.."Dewi makin gelagapan.
Rifqi berusaha bangkit dan menarik lengan Dewi yang berada di kursi sampingnya hingga membuat gadis itu terduduk di pembaringan. Kedua mata mereka bertatapan. Jantung Dewi seperti mau copot. Dia tak menyangka perasaannya kepada Rifqi bisa seperti saat ini. Wajahnya memerah. Gadis itu hanya bisa memainkan jemarinya.