Inikah Cinta?

Affa Rain
Chapter #14

Perasaan Tak Nyaman

Gerry berlari cepat menyusul Bara yang telah masuk ke aula. Sepi. Lamat-lamat terdengar suara seorang perempuan yang meringis. Bara menyalakan lampu ponselnya. Mendekat perlahan ke arah suara yang berasal di dekat meja yang biasa digunakan sebagai table pembicara saat aula itu digunakan untuk diskusi mahasiswa.

Bara tercekat mengetahui siapa gadis itu.

“Rafa!” Pemuda itu langsung berlari mendekati Rafa yang sebagian wajahnya tertutupi rambut. Tak ada suara keluar dari gadis yang kini sedang berdiri membeku. Gerry kini berdiri di samping Bara. Menatap penuh rasa iba dan juga penyesalan melihat gadis itu ketakutan. Apa yang terjadi?

Gerry hendak mendekap dan memberi rasa aman pada Rafa seperti yang biasa dilakukan. Namun, gadis itu kini berada dalam pelukan Bara. Sesekali terdengar sisa isak tangisnya. Jemari Bara mengusap rambut gadis itu.

 “Udah ga apa-apa, Fa. Ada aku di sini,” bisik Bara lembut. Suara yang mampu menenangkan hati Rafa.

Terdengar langkah kaki riuh mendekat. Pia, Dewi dan Rifqi menyerbu masuk ke aula. Pia dan Dewi langsung menghambur memeluk Rafa saat Bara melepaskan pelukannya.

“Siapa yang buat lo kayak gini, Fa?” tanya Pia.

“Bilang, Fa! Aku janji bakal bikin badannya remuk kayak pisang epek!!” teriak Dewi kesal dengan tangan mengepal. Rifqi diam menatap tiga sahabat perempuan di depannya. Dia lalu menatap Gerry.

“Ikut aku,” ajak Rifqi.

Gerry mengikuti langkah Rifqi keluar dari aula. Sedangkan Bara masih berdiri mengawasi Rafa.

“Ada apa?” tanya Gerry penasaran saat mereka berdiri di depan aula.

“Apa kau tahu siapa yang mengikuti Rafa?”

Gerry terdiam. Seingatnya, beberapa bulan terakhir ini kampus, khususnya di fakultasnya aman-aman saja. Dulu pernah ada mahasiswa yang suka mabuk-mabukan dan mengejar para mahasiswi. Namun sudah dikeluarkan dari kampus karena melakukan tindakan kriminal. Pemuda itu pernah melukai seorang gadis karena menolak ajakannya berciuman.

“Ga mungkin dia kan?” Gerry benar-benar khawatir.

“Maksudmu, preman kampus yang dulu bikin onar? Ehm, siapa lagi namanya?”

“Jero… tapi kabar terakhir dia sudah tidak di Makassar. Apa mungkin ada orang lain?”

“Tapi kita tetap harus waspada, Ger. Kalau dia, itu bahaya buat Rafa tapi juga buat yang lainnya.”

“Aku mengerti. Aku akan tanyakan soal ini setelah Rafa tenang.”

Tiba-tiba Rifqi teringat sesuatu. Menatap Gerry dengan mata penuh selidik.

“Kenapa sampai kau lupa janjimu pada Rafa? Siapa yang bersamamu saat Dewi menelpon? Gebetanmu ya?” cerocos Rifqi.

“Itu…ahh, sudahlah. Aku mau lihat kondisi Rafa,” kata Gerry melangkah hendak meninggalkan Rifqi yang sedang tersenyum simpul mengejeknya.

“Sepertinya, Rafa sudah punya seseorang yang bisa menjaganya dengan baik.”

Gerry menghentikan langkahnya mendengar kalimat yang cukup membuat perasaannya seketika menjadi tidak nyaman. Tepat di saat itu, terdengar suara Bara mendekat ke arah mereka dari dalam ruangan.

“Aku akan mengantar Rafa pulang. Kalian bisa beristirahat,” suara Bara terdengar menggema di ruangan lengang itu. Kalimat yang ditujukan untuk Dewi dan Pia yang juga berada di dekatnya.

Rifqi melangkah mendekati Gerry dan menepuk pundak sahabatnya lalu berbisik. “Pasti kau senang karena ada cowok yang menyukainya bukan?”

“Kau!” Entah mengapa Gerry tidak suka mendengar kalimat itu. Rifqi tersenyum lalu menggamit tangan Dewi.

Gerry masih terdiam di tempatnya jika Pia tidak menegurnya.

“Ger, anterin Rafa pulang. Aku ikut di motormu. Dewi kan sama Rifqi pulangnya.”

Gerry mengangguk saat melihat Bara memapah Rafa. Mereka berjalan bersama menuju parkiran.

Lihat selengkapnya