Risa memerhatikan putrinya menyantap roti bakar isi telur yang dibuatnya. Sejak tadi dia tak melihat pergerakan Rafa yang biasanya gesit saat mendengar motor Gerry parkir di depan rumah.
“Kamu lagi berantem sama Gerry?”
“Ah ibu asal nebak nih,” jawab Rafa sembari menenggak jus jeruknya. Dia menoleh ke arah ruang tamu. Dia tahu pasti Gerry menunggunya di teras. Rafa sedang ga mood dijemput Gerry.
“Nak, kamu ga boleh gitu. Gerry udah bela-belain jemput kamu. Cepetan dihabisin makanannya”
“Siapa suruh jemput? Semalam aku udah kasi tau dia, kalau ga usah jemput aku.”
“Ih, kamu nih. Buruan sana!”
Melihat wajah ibunya mulai tak bersahabat, Rafa bergegas menghabiskan sarapannya. Benar dugaannya, Gerry sedang berdiri menunggunya di teras.
“Sarapanmu lama juga. Dua porsi ya?” canda Gerry.
“Kalau lama, kenapa nungguin sih?”
Gerry tersenyum melihat gadis itu merengut. Pemuda itu tahu, Rafa pasti kecewa padanya saat kejadian di kampus malam itu. Ya, ini memang kesalahannya. Makanya, Gerry tetap ngotot menjemput Rafa untuk ke kampus bareng. Dia akan menjelaskannya semuanya kenapa dia tak bisa menjawab chat maupun menjawab telepon Rafa.
Gemas, Gerry menarik lengan gadis itu ke motornya. Mengambil helem dan mengenakannya pada Rafa.
“Aku bisa sendiri,” tolak Rafa lalu mengancingkan katup helem itu sendiri.
Tak berapa lama, motor hitam itu melesat membelah jalan raya.
“Pegangan, Fa. Aku mau ngebut. Kamu kan ada kelas jam sepuluh,” teriak Gerry dari balik helemnya. Rafa segera memegang pundak pemuda itu seperti biasanya. Gerry tersenyum di balik kaca hitam helemnya.
Tiba di kampus, Gerry tak membiarkan Rafa lepas begitu saja. Dia membawa gadis itu ke taman di depan fakultas. Niatnya hanya satu, minta maaf dan meminta penjelasan Rafa apa yang sebenarnya terjadi malam itu.
“Aku ada kelas, Ger. Ngomongnya ntar aja.”
“Masih ada 15 menit kok. Cukup kan?”
Rafa mengangguk. “Kamu mau ngomong apa?” tanyanya masih dengan hati yang sedikit kesal.
“Aku minta maaf soal kemarin, Fa. Hapeku silence saat jam kuliah dan saat di minimarket aku lupa mengaktifkan nada deringnya. Maaf ya?” Gerry menatap Rafa yang duduk menghadap taman bunga Asoka warna merah yang ada di depannya.
Sebenarnya, Rafa paling ga bisa kesal terlalu lama pada sahabatnya. Paling hanya bisa bertahan tujuh jam saat dia sudah bangun tidur. Namun, entah kenapa dia begitu kesal karena justru saat genting dalam hidupnya kemarin malam, dia tak bisa dihubungi.