Inikah Cinta?

Affa Rain
Chapter #16

Perasaan Ini Masih Sama

Gerry hanya melihat sekilas nama yang menelponnya. Pemuda itu tersenyum lalu melayani obrolannya dengan Asma. Entah darimana muncul ide untuk tidak melayani semua pesan chat dan telpon dari Rafa. Dia melirik sekilas ke arah ruang kuliah dimana Rafa berada. Di sana, Gerry dapat melihat wajah sahabatnya itu terlihat kesal.

Kayaknya seru juga kalau lihat kamu kesal saat menyaksikan aku lebih memilih ngobrol dengan Asma. Kali aja kamu cemburu, Fa.Usai mengobrol dengan Asma, Gerry berusaha menghubungi Rafa. Namun, gadis itu tak menjawab. Mau balas dendam ya?

 Gerry bermaksud menyusul Rafa ke ruang kuliah, namun sosok yang dicarinya sudah tak ada. Cepat amat perginya? Gerry menghubungi Pia.

“Lagi bareng Rafa?”

Gak. Kok nanya ke aku, Ger? Bukannya kau selalu jalan sama dia?”

“Ya sudah, kalau ga tahu.”

 "Eh, ntar dulu, tapi tadi sih katanya mau ke Sekretariat Foto. Mau rapat persiapan hunting dan pameran katanya.”

 "Oh,thanks, Pia.”

 "Sama-sama Ger. Oh ya, aku nanya boleh?”

 “Apa?”

 Gerry sebenarnya ingin menutup telpon namun dia harus meladeni Pia.

 "Bara belum punya pacar kan?”

 "Belum.”

 "Wah, aku ada kesempatan dong.” Suara Pia terdengar ceria.

 "Iya, terbuka lebar. Bye, bye…Pia.”

 Gerry menutup telpon. Langkahnya bergegas ke UKM Foto. Di seberang sana, Pia ngedumel karena sebenarnya dia masih punya pertanyaan soal Bara. Tiba di UKM, Gerry melihat Rafa dari balik kaca jendela yang berwarna krem. Gadis itu sedang rapat bersama tim hunting dan pameran. Gerry berpikir, lebih baik menunggu Rafa di depan ruangan rapat itu.

 Sambil menunggu, Gerry sibuk bermain game. Dia tak menyadari Rafa sudah berada di sampingnya. Handphone itu kini beralih ke tangan Rafa. Gadis itu tampak serius memainkan game aksi di tangannya. Gerry tersenyum melihat gadis itu serius melanjutkan permainannya.

 “Ya, mati!!” pekiknya.

 "Ger, sorry nih jagoan kamu ketemu ajal, hehehe,” ucap Rafa ceria. Dalam hati Gerry sedikit heran. Bukannya tadi, wajah gadis itu ditekuk dan enggan membalas pesan? Kenapa tiba-tiba moodnya berubah? Tapi, Gerry senang melihat wajah itu kembali cerah.

“Ga apa, nanti aku main lagi di rumah. Oh, ya, jadi kapan hunting fotonya?”

"Sabtu lusa. Kamu mau ikut?”

“Iyalah, nanti kalau ada apa-apa sama kamu di sana bagaimana?”

“Kamu tuh, baru di dalam kampus aja, kamu ga bisa jawab telpon aku,Ger. Sampai aku menghadapi orang sakit jiwa sendiri.” Rafa seketika menyadari ucapannya, lalu melihat pada Gerry. Pada saat yang sama, Gerry juga menatapnya. Kali ini dengan rasa bersalah.

“Fa, hal itu tak akan terjadi lagi. Aku janji,” ucap Gerry dengan nada serius.

“Ga usah janji kalau ga bisa tepati,” kata Rafa. Dia lalu berdiri. Gerry menyusulnya, bangkit dari kursi.

“Baru kenal cewek cantik saja, sudah bolos kuliah. Ga balas chat dan telpon aku,”ucap Rafa memasang wajah kesal. Gerry tersenyum.

“Jadi, kamu kesal ya?” Dalam hati Gerry kegirangan. Mungkin saja Rafa juga punya perasaan yang sama dengannya.

“Kesal, karena bodyguardku diambil alih sama dia,”cetus Rafa sekenanya. Tetapi memang seperti itu faktanya. Gerry selama ini selalu menemaninya. Ya mirip pengawal lah. Bahkan caller ID di ponsel Rafa bertulis bodyguard. Gerry sendiri yang memasang nama panggilan itu. Rafa ingin menggantinya, namun Gerry melarang. Namun beberapa hari terakhir, seperti ada jarak antara dia dan Gerry. Itu karena Asma.

Rafa belum terbiasa dengan hal itu. Mungkin inilah yang membuat ia sempat sedih saat berada di kelas dan melihat keakraban Gerry dan Asma. Mungkin aku terbiasa bersama Gerry.

“Kamu cemburu, Fa?” Gerry menatap lurus wajah Rafa.

Mereka berdua terdiam beberapa saat. Wajah Rafa yang serius berubah tersenyum jahil.

“Cemburu? Kita itu sahabatan, bukan pacaran. Dasar kau Ger!”

Tiba-tiba seperti ada jarum yang menusuk hati Gerry mendengarnya. Namun dia berusaha bersikap seperti biasa. Dan, memang dialah yang harus menata perasaannya agar tetap sama. Walau bagaimana pun dia akan berusaha untuk menganggap Rafa sahabatnya.

“Tadi di kelas, aku lihat wajahmu kesal waktu ga angkat telponku.”

Rafa mengerutkan kening. Tangannya menyambar telinga Gerry dengan cepat.

“Aduhh!! Sakit, Fa!”

“Jadi, kamu sengaja kan bikin aku kesal?”

“Lepasin, Fa. Kalau ga…”

“Kalau ga kenapa?”

“Aku ga akan temani kamu hunting!” pekik Gerry menahan sakit saat tangan Rafa masih setia menjewer telinganya.

Lihat selengkapnya