Tatapan mata Gerry tak lepas dari dua insan di depannya yang sedang bersenda gurau. Asma mendekat dan menegur pemuda itu.
“Sepertinya Kak Bara menyukai Rafa,”ujar Asma yang sudah berdiri di sisi Gerry. Pemuda itu tersentak.
“Ayo, aku temani kamu ke butik,” ujar Gerry lalu membalikkan tubuhnya. Suara langkah kakinya di jalan terdengar oleh Rafa. Gadis itu menoleh dan menatap punggung Gerry dan Asma yang berjalan bersisian.
“Gerry dan Asma… mereka…” gumamnya.
“Kenapa, Fa?”
Rafa buru-buru berpaling menatap Bara. Dia tersenyum.
“Aku mau pulang sekarang.”
“Lo, cepat amat.Ga tunggu Gerry dulu?”
“Ga usah, kan tadi dia jalan sama Asma.”
“Oh gitu. Sepertinya, gadis itu menyukai Gerry,” ucap Bara pelan. Rafa diam. Bara tersenyum sembari berjalan di sisi Rafa menuju parkiran mobil.
“Sepertinya, Gerry ga bakal jomblo lagi, hehehe…” ucap Bara saat sudah berada di belakang kemudi. Dia melirik Rafa, namun gadis itu hanya diam.
“Diam aja, kenapa, Fa? Kamu senang kan ada cewek yang akhirnya bisa dekat dengan Gerry?”
Rafa masih diam menatap lurus ke depan.
“Kamu kenapa sih? Hei!”suara Bara yang keras akhirnya menyadarkan Rafa dari lamunan.
“Ada apa?!”
Bara tersenyum.
“Lusa, aku ikut kamu hunting di Rammang-rammang,” ucap Bara.
“Oke,” jawab Rafa singkat. Gadis itu masih mengingat Gerry dan Asma. Dia ingin curhat kepada Gerry, tapi kehadiran Asma membuat kesempatan itu hilang.
***
“Pagi, Fa!” sapa Gerry saat Rafa berdiri di hadapannya. Wajah Rafa berbinar cerah.
“Kamu udah mandi kan, Ger?”
“Wangi dong. Nih… hehehe…” ujar Gerry mendekatkan tubuhnya pada Rafa.
“Eitss… percaya kok! Dasar kamu!” ucap Rafa yang langsung naik ke boncengan Gerry.
“Pegangan yang kenceng!”
“Iya! Hati-hati, Ger. Ntar kita ga jadi hunting.”
Gerry tersenyum dari balik helemnya.
Menjemput Rafa setiap pagi seperti ini seperti rutinitas menyenangkan yang tak pernah membosankan. Pagi ini mereka akan berangkat ke Kabupaten Maros, tepatnya di kawasan wisata Rammang-rammang dari kampus bersama tim fotografi.
***
Tiba di kampus, bus merah berkapasitas 25 orang itu terparkir di depan gedung kegiatan mahasiswa, tepatnya di pelataran parkir sekretariat Fotografi. Rafa segera turun dari motor Gerry dan masuk ke dalam ruangan sekretariat. Gerry memerhatikan Rafa dari balik jendela kaca. Gadis itu terlihat lincah mengatur rekan-rekannya.
Setelah dirasa beres, gadis itu keluar menuju bus. Dia tersenyum lega karena melihat semua persiapan hunting hari itu telah selesai.
Dalam bus, Gerry mencoba mengulik isi percakapannya dengan Bara. Sebenarnya dia tak ingin namun rasa penasaran itu begitu besar.
“Fa, saat dari kafe itu kamu kemana?” pancing Gerry pura-pura tidak tahu bahwa sebenarnya dia melihat Rafa dan Bara di taman dekat kafe.
Rafa tersenyum.
“Ke taman. Biasalah ngobrol. Bara hibur aku. Katanya, aku tidak usah mengingat masa lalu. Tetap ceria seperti saat ini.” Rafa menarik napas panjang. Gerry dapat melihat jelas bahwa Rafa masih sulit melupakan kenangan pahit itu.
“Apa yang dikatakan Bara itu benar, Fa. Dengan begitu, kamu bisa merasakan cinta dari orang lain, dan…”
“Kamu bilang apa tadi? Cinta dari orang lain?” Rafa menatap wajah Gerry serius. Pemuda itu mengangguk.
“Aku…aku merasa ga pantas buat dicintai. Bahkan oleh dia.”