Inikah CintaMu Tuhan? (Novelette Baru)

Imajinasiku
Chapter #1

1. Kado Istimewa Untuk Sang Pujaan Jiwa

SENJA mulai menghamparkan selendang emasnya di atas kota. Semburat cahayanya menyepuh pepucuk gedung-gedung tinggi yang menjulang angkasa. Burung-burung beterbangan di antara sela-sela gedung kadangkala menyirami tubuh mereka dengan cahaya matahari. Ayat-ayat Langit menguar dari corong-corong TOA menara masjid yang menjamur di pelbagai sudut kota. Ayat-ayat itu kadangkala ada yang menyentuh jiwa hamba-hamba yang merindukan pertemuan dengan Tuhannya. Kadangkala ayat-ayat itu mengajak jiwa-jiwa agar menyelami maknanya. Kadangkala ayat-ayat itu ada yang membencinya sehingga ingin merusaknya. Kadangkala ayat-ayat itu ada yang ingin merubahnya bahkan menghapusnya. Namun sekali lagi sungguh manusia benar-benar bodoh—meski mereka mengaku pandai, dengan menganggap bahwa ayat-ayat itu dibuat oleh seorang manusia. Manusia—yang mengaku beriman padahal sungguh hatinya ingkar. Namun tidak, Kawan. Tuhan sama sekali tidak marah atas kesombongan manusia. Justru Tuhan ingin kalian memahaminya. Kalian.

Seorang pemuda naik ke sebuah bus antar kota. Ia mengenakan pakaian rapi dan wangi. Sebuah kemeja lengan panjang warna cokelat tua dipadu dengan celana hitam panjang. Ia juga mengenakan sepatu hitam mengilat dan tas laptop ukuran sedang merek Samsonite. Rambutnya yang dipotong pendek disisir dengan rapi dan klimis. Wajahnya—yang tidak terlalu tampan dan tidak jelek pula, tapi sudah cukup membuat gadis mana pun yang jatuh hati melihatnya, terlihat begitu meneduhkan jiwa. Tatapan matanya—yang seperti dipasangi soft lens tapi asli terlihat sendu. Hidungnya mancung. Kulitnya kuning langsat.

Pemuda itu duduk di sebelah seorang gadis yang mengenakan gamis dan jilbab warna krem, yang tampaknya begitu menjaga pandangannya sehingga gadis itu menutupi mulut dan hidungnya dengan masker. Namun meski begitu, pemuda itu tetap menyapanya dengan menganggukkan kepala, dan gadis itu menyapanya dengan gerakan yang sama. Ia dapat melihat bahwa di balik masker, gadis itu mengulum senyum ramah. Lalu pemuda itu melepaskan tasnya dan memangkunya di depan. Dan pada saat yang sama, wajahnya langsung disambut oleh belaian AC.

Beberapa jurus kemudian, setelah dirasa penumpang cukup, mesin bus patas tersebut menderu dan kemudian meninggalkan peron bus. Dari balik kaca, sepasang mata pemuda itu melihat puluhan bus dan aktivitas manusia yang berada di Terminal Purabaya Sidoarjo. Mulai dari para penumpang bus yang tampak kerepotan dengan barang-barang bawaannya. Meski bukan hari raya, terminal penuh dengan penumpang. Tampak pula pedagang kaki lima yang menawarkan barang dagangannya.

Namun di dalam bus itu, jangankan pedagang kaki lima yang diizinkan masuk untuk menawarkan barang daganannya pada para penumpang, pengamen saja tidak boleh menjual suaranya. Kenapa? Sebab bus patas berbeda dengan bus ekonomi. Di tiap sudut ruangannya, bahkan di langit-langitnya, sama sekali tidak ada tempat untuk aroma busuk. Di sini sama sekali tidak tercium aroma keringat kernet maupun kondiktur yang berasa bawang. Begitu pun penumpangnya. Berbeda dengan bus ekonomi, yang maaf saja pelbagai aroma menyatu menjadi satu. Namun sopir dan kernet bus sangat pandai untuk membuat penumpangnya merasa nyaman menikmati perjalanannya, yaitu dengan memutar lagu. Kadang mereka menyetel lagu dangdutan versi koplo, pop melayu asal negeri Jiran Malaysia, kadang lagu pop dari kota Gandrung Banyuwangi.

Seperti saat itu, sang sopir bus memutar lagu pop Malaysia yang berkolaborasi dengan mendiang Nikke Ardila dan Poppy Mercury. Para penumpangnya tampak menik-mati perjalanan mereka dengan mendengarkan alunan lagu nan syahdu. Kadang ada pula satu-dua penumpang yang lamat-lamat mengikuti lirik lagu meski tidak hafal betul. Dan itu pun adalah penumpang yang lahir pada era 80-an. Berbeda dengan anak muda zaman sekarang yang tidak banyak menghafal lagu-lagu lawas. Padahal lagu pop lawas lebih sedap didengar di telinga ketimbang lagu pop sekarang.

Namun tidak dengan pemuda itu. Ia tidak menyukai lagu pop, tidak juga menyukai lagu-lagu religi. Meski ia kelihatan religius, tapi ia tidak begitu tertarik untuk mengkaji pelajaran agama. Pun dengan lagu. Ia lebih suka mengoleksi lagu-lagu Rhoma Irama. Bahkan dari yang lawas.

Ketika bus merangkak di punggung jalan tol Sidoarjo, ia membuka risleting tasnya. Lalu ia melongok ke dalam hingga tampak isinya. Lalu tangannya mengeluarkan sebuah kotak beludru warna biru. Ditimangnya barang itu. Ia mengulum senyum. Membayangkan dirinya memberikan barang tersebut pada seseorang. Seseorang yang amat ia cinta. Yang bahkan ia cintai dengan sepenuh hati dan raga. Seseorang yang dihadiahkan oleh Tuhan untuk menemani perjalanan hidupnya di dunia hingga kelak ke akhirat.

Saat ia tengah mengkhayalkan ‘seseorang’ yang spesial itu, tiba-tiba ponselnya menjerit-jerit dari dalam tasnya. Ia memang sengaja menyembunyikan ponsel android-nya di dalam tas agar tidak mengundang manusia menjadi kafir gara-gara mencuri. Membuat seseorang menjadi kafir sangat mudah. Bukan dengan menyuap dengan sekardus mi instan dan lima kilo beras. Bukan. Hanya dengan ponsel android atau sandal bagus, seseorang bisa dijadikan kafir. Ya, dengan mencuri, seseorang yang beriman membuang keimanannya. Sebab dengan mencuri seseorang bisa melupakan Tuhannya karena urusan perut.

Pemuda itu mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Ada sebuah panggilan. Tampak di layar sentuh ponsel tertera sebuah nama, Ibu. Berarti yang menghubunginya adalah ibunya. Pemuda itu pun mengangkatnya.

“Halo, Bu.” Ia meletakkan ponsel di dekat telinga kanannya.

Lihat selengkapnya