Injurious

Chairunnisamptr
Chapter #1

PROLOG

Pukul satu lewat enam belas menit dini hari terlihat pada jam tangan yang gadis berpakaian minim itu kenakan. Dia berjalan sempoyongan di gang kecil tak jauh dari The Blue Hill, sebuah klub malam yang cukup terkenal.

"Ck," decakan itu lolos karena ponselnya terus-terusan berdering.

"Siapa sihh?!" kesalnya sembari berhenti melangkah dan bersandar pada tembok yang berada disampingnya. Tangannya merogoh tas hitamnya dan mengeluarkan ponsel dari sana.

Papa is calling...

"Ah! Berisik banget," tanpa menunggu lama dia langsung me-reject panggilan. Lalu kemudian kembali berjalan dengan menjadikan tembok itu sebagai pegangan agar dirinya tidak terjatuh.

"Tolonggg!"

"Mphhh! Tolongg!"

Langkah gadis itu seketika terhenti. Dia berjalan selangkah ke depan lalu mengintip dari ujung tembok. Matanya menyipit, berusaha untuk melihat objek itu dengan jelas dikarenakan tempat ini minim cahaya.

Dia pun melebarkan matanya sendiri, di sana terlihat seorang gadis yang tak sadarkan diri dengan darah dibagian lehernya, bajunya tersingkap hingga perutnya terekspos, lalu kemudian mata gadis itu beralih melihat seorang lelaki berpakaian serba hitam, wajahnya tak terlihat karena terhalang oleh topi yang dia kenakan.

Lelaki itu tampak menyeret seorang gadis lain, dia menutup mulut gadis itu lalu membawanya pergi.

"Itu apaan, sih?" gumamnya. Tangan kirinya terangkat untuk mengusap kasar wajahnya. Lalu kemudian kembali melanjutkan langkah. Dia tak terlalu menanggapi apa yang dilihatnya tadi karena mungkin, dia tengah halusinasi akibat minum terlalu banyak.

Namun baru beberapa langkah berjalan, kedua kakinya tertahan karena bayangan seseorang yang kian mendekat ke arahnya. Gadis itu lantas mengangkat wajah, melihat lelaki tinggi besar yang berada beberapa meter di depannya.

Di tangan lelaki itu terdapat pisau berwarna merah akibat darah, bahkan darah itu masih menetes jatuh mengenai jalanan aspal.

Gadis itu lantas melangkah mundur karena lelaki itu kian mendekat ke arahnya, dia lalu berjalan cepat ke arah gadis itu dan mengayunkan pisau ke arahnya.

"AAAAAA!"

Allura Morieza, gadis itu bangkit duduk dari tidurnya dengan napas terengah-engah karena mimpi buruk yang ia alami. Menyadari jika memimpikan hal yang sama berkali-kali, ia pun mengacak rambutnya sendiri.

"Aish, mimpi sialan," decaknya kemudian beringsut turun dari ranjang. Dia berjinjit melewati berbagai sampah yang berserakkan di kamarnya. Ada botol alkohol, minuman soda, snack, bahkan pakaian dalam yang sudah berhari-hari terletak di sana.

Dia menuju ke dapur untuk minum, lalu kemudian duduk di sofa dan mengambil bungkusan snack yang telah terbuka di atas meja, lalu mengangkatnya dan memasukkannya ke dalam mulut karena hanya tersisa sedikit.

Pintu apartemennya terbuka, dan Lura lantas memasang wajah malas karena pasti sebentar lagi dia akan kena siraman rohani. Tinggal menghitung mundur dari angka tiga saja.

Tiga

Dua

Satu

"ASTAGA LURAA! INI APARTEMEN APA KADANG HEWAN, HAH?!" teriak Lana--Mama Lura, sembari berjalan masuk ke Apartemen anaknya. Dia tercengang melihat betapa joroknya ruangan yang ia injaki kini.

"Yaelah, biasa aja kali, Ma. Masih bersih ini," elak perempuan yang mengenakan tanktop putih dan hotpants itu sambil menggigiti bungkusan snack yang telah habis.

Lana menggelengkan kepalanya dan mulai mengambil beberapa pakaian kotor yang berserakkan di ruang tamu. Dan Lura hanya melihatnya saja dengan sebelah kaki yang terangkat.

"Kamu ini anak cewe! Udah gede! Kapan mau berubah?!" kesal Lana, dia berjalan ke arah toilet lalu menaruh pakaian kotor itu ke dalam keranjang.

"YAMPUNN LURA! UDAH BERAPA KALI MAMA BILANG?! JANGAN MINUM-MINUM LAGI!" teriak Lana saat melihat botol-botol alkohol yang berserakkan di kamarnya anaknya.

Yang dimarahi hanya bersandar pada sofa dengan memejamkan matanya lalu menutup kuping. Menyesal rasanya mengapa dia lupa mengganti password pintu. Jika diganti 'kan, Mamanya tidak dapat masuk lagi.

Lana lalu berjalan di depannya dengan membawa botol-botol itu lalu membuangnya ke tempat sampah. Wanita yang hampir memasuki kepala empat itu lantas berjalan mendekat ke arah Lura lalu menarik kupingnya hingga dia merintih kesakitan.

"Aduh aduh! Sakit woi!"

"KAMU DENGER NGGAK APA YANG MAMA BILANG?! KALAU KAMU TETAP KAYAK GINI, MAMA BAKAL NGELAKUIN SESUATU YANG BUAT KAMU MENYESAL!"

Lura melepaskan tangan Lana dari kupingnya, lalu mengusap-ngusap telinganya yang tampak kemerahan.

"Apa? Mama mau ngelakuin apa? Blokir kartu kredit aku? Sita mobil aku? Atau ngeluarin aku dari KK?" balas Lura dengan berani.

"Lakuin aja, aku bisa palak junior aku di kampus kalau mau beli apa-apa, aku juga bisa numpang mobil Maxel kalau mau ke mana-mana, dan aku juga bisa tinggal di rumah Jean, so? Mama mau ngelakuin apa?" tantang Lura, membuat Lana berulang kali menarik napas dalam, berusaha untuk mengontrol emosinya sendiri.

Dia terlihat tersenyum terpaksa, dengan mata melotot melihat Lura, "Kamu liat aja nanti. Pulang kuliah, kamu harus ikut Mama ke suatu tempat."

"Dih, males banget."

"LURA!"

"Apaan sih. Jangan teriak-teriak napa."

"Mandi dan pergi kuliah! Sekarang!" perintah Lana sambil mengangkat jari telujuknya ke arah kamar Lura.

"Males ahh, aku ngantuk banget, mau tidur lagi. Bye," Lura lantas bangkit dari sofa hendak menuju ke kamarnya, namun sebelum itu Lana lebih dulu menarik tanktop yang gadis itu kenakan hingga dia kembali terduduk.

"Kamu mau Mama di sini terus? Kalau kamu nggak pergi kuliah, Mama bakal sita hp kamu. Mau?!" ancam Lana. Lura mendengus kesal, jika ponselnya di sita dia tidak bisa menghubungi siapapun.

"Yaudah iya!" putusnya lalu berdiri dan pergi menuju kamar. Dia bukan anak penurut, jadi tak semudah itu untuknya menuruti permintaan Mamanya. Dia hanya mandi dan pura-pura pergi kuliah. Toh, Mamanya tidak akan tahu.

Dengan senyum mengembang, gadis yang mengenakan crop top putih yang dilapisi cardingan itu berjalan keluar dari lift hendak menuju basement karena mobilnya berada di sana.

Setelah memasuki area basement di pun menghampiri kendaraan roda empat berwarna merah mengkilap itu. Ah, ternyata Mamanya mudah sekali untuk dibohongi, dia langsung pergi dari Apartemen saat Lura tengah mandi.

Dia menekan remote mobilnya, lalu kemudian membuka pintu. Namun ada yang aneh, tasnya seperti terasa ditarik oleh seseorang.

"Mau kabur, ya? Hm?" Lana tersenyum saat Lura berbalik melihatnya.

Gadis itu hanya bisa tertawa hambar, apakah Mamanya Jailangkung? Mengapa selalu suka datang tiba-tiba? 

"Ayo Mama antar ke kampus, sayang," ucap Lana dengan penekanan diakhir kalimat.

Lura berdecak, dia tersenyum terpaksa pada Lana lalu menutup pintu mobil dengan keras, dan mengikuti langkah Mamanya itu menuju mobil putih miliknya.

Pupus sudah niatnya untuk tidak kuliah.

Selang beberapa menit kemudian, mereka telah sampai di depan gerbang Universitas Harbert. Lura tanpa berkata apapun sudah hendak membuka pintu mobil, namun pergerakkannya tertahan karena Lana bersuara.

"Jangan lupa, pulang kuliah kamu harus ikut Mama, atau nanti kartu--,"

"Iya iya! Ngancem mulu," balasnya jutek lalu keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam gerbang.

Lana menghela napas lelah, semoga saja rencana mereka nanti adalah jalan yang terbaik untuk bisa merubah sifat Lana.

****

"Seorang wanita ditemukan tak bernyawa dalam selokan dengan luka sayatan di lehernya. Diduga sebagai korban pembunuhan," gumam Jean membaca judul artikel dari ponselnya. Kini ketiga gadis itu tengah duduk santai di Delight Coffee, sebuah Kafe yang terletak di dalam kampus.

"Ihh, ini mah lokasinya deket klub yang suka lo datengin itu, Ra! Apasih namanya? Blue blue apa gitu."

"The Blue Hill," Gauri mengoreksi.

"Nah iya!"

Lura menatap layar ponselnya membaca berita itu, memang benar, ini tak jauh dari The Blue Hill. Tapi bentar, mengapa dia jadi teringat sesuatu?

"Luka sayatan di leher?" gumamnya.

Lihat selengkapnya