Injurious

Chairunnisamptr
Chapter #3

INSIDEN KANTIN

"Beberapa orang diciptakan dengan hati yang kuat. Agar tak mudah rapuh jika disakiti oleh kenyataan." 

****

Lura tidak percaya jika dia akan berada pada situasi menakutkan seperti ini. Dikejar oleh penjahat? Itu hanya ada dalam bayangannya saja. Namun tak disangka jika dia benar-benar mengalaminya.

Lura berlari kencang menjauh dari orang misterius itu, Lelaki yang mengenakan pakaian serba hitam itu hanya berjalan mengikutinya, namun langkahnya begitu cepat hingga Lura sudah berlari pun dia tetap berada di belakang.

Gadis yang dahinya dipenuhi oleh peluh itu berbelok memasuki sebuah gang kecil, namun saat mencapai ujung gang, kedua kakinya tertahan. Dia bimbang ingin memilih jalur kiri atau jalur kanan.

Kepalanya lantas menoleh ke belakang, dia berdesis karena lelaki itu tengah berjalan mendekat ke arahnya. Tanpa membuang waktu lebih banyak lagi, Lura lantas berlari ke arah kiri. Dia mempercepat laju larinya, berharap jika di depan sana dia menemui seseorang atau rumah yang berpenghuni agar dia bisa meminta pertolongan.

Tapi sialnya, tembok besar yang berdiri di depannya membuat Lura lagi-lagi berhenti. Dia menoleh ke segala arah, namun tak terlihat ada jalan lain. Disekitar sini hanya terlihat pepohonan dan semak belukar. Jalan ini buntu.

Gadis itu mengacak kesal rambutnya. Nasibnya benar-benar sial.

Dengan napas yang tak beraturan, Lura membalikkan badannya ke belakang. Dia menatap lelaki itu tajam. Berusaha menghilangkan segala pemikiran buruknya yang mengatakan,

"Lo bakal dibunuh Lura."

"Dia ini pembunuh."

"Lo pernah ngeliat dia pas malam itu."

Lura menunduk sesaat, dia menarik napas dalam dan menjatuhkan kantong plastik yang masih berada ditangannya. Lalu kemudian beralih melihat sosok itu dengan sorot mata penuh keberanian. Lura bahkan mengedikkan dagunya agar orang itu tahu jika dia tidak takut.

"Siapa lo, hah?"

"Ngapain lo ngikutin gue?"

Lelaki itu perlahan berjalan mendekatinya, seraya mengeluarkan satu benda dari dalam saku jaketnya.

Pisau.

Melihat itu membuat Lura menelan salivanya dengan susah payah, dia menggepalkan kedua tangannya, berusaha untuk tidak takut. Sementara lelaki itu kian mendekat hingga berdiri tepat di hadapannya.

Dia mengangkat pisau itu ke atas hingga Lura sontak memejamkan matanya, namun dia tidak merasakan sakit apapun. Dia malah merasakan jika ujung pisau itu membelai pipinya hingga berhenti tepat di lehernya. Kaki Lura ingin sekali menendang lelaki itu, dan tangannya yang terkepal ini juga ingin sekali meninju wajahnya.

Namun Lura takut jika pisau ini benar-benar akan menusuk tubuhnya jika dia melawan. Apalagi ini di tempat sepi, kalaupun dia bisa terlepas dan lari, kemungkinan besar untuk sampai ke Apartemen dengan keadaan bernyawa itu kecil. Mengingat jika banyaknya korban pembunuhan belakang ini.

Dan sekarang Lura yakin, jika orang ini adalah pelakunya.

Lura semakin merapatkan matanya karena merasakan ujung pisau itu menekan kulit lehernya. Namun setelah itu, dia tidak merasakan apapun lagi, melainkan mendengar suara pukulan.

Dia perlahan membuka matanya, dan kaget saat lelaki misterius itu jatuh tersungkur, dia terdiam sejenak melihat orang yang memukulnya, sebelum akhirnya pergi dengan berlari menjauh dari sana.

Lura lantas menghela napas lega dan terduduk sembari menyentuh lehernya. Tak menyangka jika dia bisa terlepas dari si psikopat itu. Sedangkan Gerlan yang berdiri di sana, hanya menatap Lura datar. Tanpa berkata apapun dia langsung meraih kantong belanjaan itu kemudian melangkah pergi.

Lura kembali menghela napas panjang, kemudian bangkit berdiri dan berjalan pelan. Tiba-tiba saja tubuhnya terasa lemas, dia masih syok dengan kejadian tadi. Tapi tidak mungkin dia tetap duduk di sana, karena bisa saja lelaki tadi kembali datang.

Gerlan memasukkan kantong belanjaan itu ke dalam mobil, lalu setelah menutup pintu belakang, dia mendengus pelan melihat langkah Lura yang berjalan begitu lambat. Gadis itu tampak menatap kosong ke depan.

Melihat itu membuat Gerlan berjalan mendekatinya. Lelaki itu langsung menyingkirkan batu yang berada di depan kaki Lura, karena jika tidak dilakukan, dia akan tersandung akibat tak melihat jalan.

Lura berhenti melangkah karena Gerlan berdiri tepat di depannya. Dia mendengus pelan dan berjalan ke arah lain, namun Gerlan lebih dulu menarik tangannya.

Lura menatapnya kesal, dia tidak memiliki kekuatan untuk berteriak pada Gerlan, padahal dia ingin sekali membentak lelaki ini, karena kalau saja dia tak menyuruh Lura ke supermarket, dia pasti tak bertemu dengan psikopat itu.

Gerlan tak bicara apapun, padahal dia ingin memarahi gadis ini karena terlalu bodoh dengan berjalan di tempat sepi. Namun dia tidak melakukan itu karena melihat wajah pucatnya. Dia pasti masih merasa takut.

Tangan Gerlan lantas menyibak rambut Lura ke belakang, dia menunduk sedikit lalu menyentuh leher gadis itu.

Lihat selengkapnya