Pada tahun 2008-2009, dampak krisis ekonomi di Rumania mengakibatkan pengangguran besar-besaran. Kemiskinan pun kian meluas. Rumania tak lagi menjadi rumah yang indah. Banyak yang mencari kehidupan lebih baik di negeri lain. Sebagian bermigrasi ke Bulgaria, sementara yang lain menetap di Jerman. Keluargaku termasuk yang kedua.
Gorlitz, sebuah kota di Jerman bagian timur. Di sanalah rumah baru kami sejak tahun 2013. Tempat baru untuk menggapai asa, merengkuh bahagia; satu tempat untuk meraih mimpi yang sempurna. Sayang, semuanya hanya angan yang sulit menjadi realita, atau mungkin tak akan pernah menjadi kenyataan. Kehidupan kami tak ubahnya seperti dulu.
Tertepikan.
Tersingkirkan.
Terasingkan.
Kami golongan masyarakat marginal.
Orang-orang pinggiran.
Kamilah Kaum Batas Tepi ....
***
"Stefan! Stefan Geza! Sarapan sudah siap!" Ibu memanggil dari luar kamar. Ia tidak berteriak, tetapi dinding kamar yang tipis membuat suaranya terdengar keras.
"Iya, Bu," jawabku, tak semangat.
Aku menyeret langkah. Tidak seharusnya tersuruk-suruk, tetapi nyatanya demikian. Kemalasan membelenggu kakiku; seluruh saraf mengendur karena rasa enggan. Bukan karena perutku belum menuntut, melainkan tidak ada yang bisa dituntut. Kuhela napas melihat sepotong roti kecil. Hanya itu satu-satunya yang tersedia di atas meja makan kami.
Ibu memandang nanar dari matanya yang terkulai. "Masih beruntung Frau[1] Scholz mau memberi," ucap ibu, "keadaan kita akan membaik kalau ayah sudah mendapat kerja."
"Hari ini ayah masih mencari kerja?" Aku duduk menyejajari ibu di Ruang Makan.
Ibu mengangguk. "Ada beberapa panggilan wawancara dari beberapa perusahaan."
"Sudah beberapa hari ayah mencari kerja, tetapi mana hasilnya, Bu?" tanyaku, tak bisa menutupi kekecewaan.
"Sabarlah, Sayang. Ayah sedang berusaha yang terbaik."
Kata-katanya membuatku tertunduk. Perih mendesir di dalam relung. Ketidakberdayaan pun merayap. Begitulah rasa yang teraduk-aduk kenyataan.