Inmuia

KOJI
Chapter #8

Gamang

Udara yang kuhirup terasa berat, seperti ikut mencekik di setiap tarikan napas.

"Cepat kalian buka."

Sesaat setelah suara itu terdengar, tangan-tangan mencengkeram lalu melepaskan kain yang menutupi mata. Kuedarkan pandangan, tetapi semua tampak sama. Gelap, hitam, dan pekat. Butuh beberapa saat membiasakan penglihatan, hingga perlahan sosok-sosok yang menyeretku ke tempat ini mulai terlihat.

"Apa yang kamu lihat Mr. Spock?"

Suara itu sudah sangat kukenal. Ia adalah Hans yang telah berdiri bersama Vier, Zohan, Yohn, Uwe, Penrod, Kenan, Beatrice, dan ....

Mataku menyorot tajam pada perempuan berambut pirang di samping Hans.

"Hai, Stefan Geza-ku."

Liesel ....

"Bagaimana rasanya berkencan dengan makhluk bodoh ini, Liesel? tanya Beatrice.

"Seperti berada di tempat pembuangan sampah. Bau, kotor dan ... sangat men-ji-jik-kan!" Bibir perempuan jahanam itu membentuk seringai miring. Pupilnya bergerak ke bawah, seperti memandang kotoran yang berserakan di lantai.

"Dasar perempuan murahan!" hardikku, tak bisa lagi menahan kemarahan.

Tiba-tiba Hans mencengkeram kedua pipiku. Matanya menatap tajam penuh ancaman. "Jaga mulutmu atau kurobek-robek ...." Intonasi Hans beku.

Alih-alih surut, amarahku justru tersulut. "Jaga mulut? Kalian yang seharusnya menjaga mu—"

Hans memukulku hingga tersungkur. Darah segar pun mengalir dari ujung bibir. "Kamu,"—Hans menarikku ke hadapannya—"berani-beraninya mengadu pada sekolah!" Ia membenturkan kepala pada tulang hidungku.

Aku menjerit keras sambil berguling-guling. Namun, teman-teman Hans tak memberi jeda. Mereka menghajarku beramai-ramai.

"Rumania sepertimu lebih pantas mati!" Hans menghantam tulang keringku dengan tongkat besi.

Raunganku menggema di ruangan. Namun, tongkat besi kembali mendera berulang kali. Mendapat siksaan bertubi-tubi tak ayal membuatku meronta kesakitan.

"Berteriaklah yang keras! Tidak akan ada yang mendengar suaramu dari gudang tua ini!" Ujung sepatu Uwe menghunjam rusuk.

"Anak pelacur!" Berikutnya Penrod menginjak jemariku.

"Aargh—" Aku mencoba menahan sakit lalu menarik kaki Penrod sampai terjatuh. "Jangan hina ibuku!" Tanganku terangkat ke udara, tetapi tiba-tiba Kenan menarikku hingga terjengkang.

"Kita lihat seberapa besar nyalimu!" Tinju Kenan menghajarku bertubi-tubi.

"Aku sudah muak dengan Rumania miskin ini!" Zohan menjejak kepalaku. "Pulanglah ke negaramu!"

Hans dan teman-temannya mengeroyok beramai-ramai. Pukulan dan tendangan terus menerus mendera. Ragaku memang tersiksa, tetapi hatiku lebih terkoyak. Sudah tak terhitung caci maki mereka lontarkan, seiring penganiayaan yang kian menjadi-jadi. Bagi mereka aku lebih kotor ketimbang anjing jalanan. Kebencianku sudah memenuhi dada; amarah dan dendam pun kian tersulut.

Lihat selengkapnya