Inmuia

KOJI
Chapter #13

Laras-Laras dalam Kertas

Tidak terasa sudah empat hari aku bekerja di Bosendere. Selama itu pula aku menjaga jarak dan tidak mau berurusan dengan Iandra—selain masalah pekerjaan. Sebenarnya aku pun tidak bersosialisasi dengan karyawan lain. Pada jam istirahat aku memilih memakan bekal di belakang restoran ketimbang bersama-sama di Ruang Makan khusus karyawan. Seperti sekarang ....

Bekal dari ibu memang yang terbaik. Tidak ada makanan Rumania yang dapat kutemukan di Gorlitz selain masakan ibu. Itulah santapanku setiap hari. Saat tengah menikmati masakan ibu, sekonyong-konyong ada yang datang menghampiri lalu duduk di sebelahku.

"Rupanya kamu di sini, Stefan," kata laki-laki berbadan gemuk dan berkacamata.

"I-iya, Ehrlich," ucapku canggung.

Ehrlich, rekan sesama pramusaji. Ia yang paling ramah di antara rekan-rekan lainnya. Senyumnya kerap mengembang setiap kali berbicara. Namun, sama seperti yang lain, aku pun tidak berteman dengannya. Sebelum ini aku belum pernah melihatnya di sini pada saat jam istirahat.

Ehrlich menghela napas seraya bersandar pada dinding. "Ah, di sini aku bisa lebih leluasa membaca hobiku." Ia mengeluarkan majalah dari dalam tas. "Jangan bilang-bilang yang lain, Stef. Aku tidak mau dianggap aneh," ujarnya sembari menunjukkan majalah bersampul senjata laras panjang.

Aku mengangguk. "Rheinmetall MG 3, kan?!" tukasku, mengomentari gambar pada sampul majalah.

Sebelah alis Ehrlich terangkat. "Kamu tahu juga mengenai senjata api?"

"Aku cukup sering melihat-lihat di internet," jawabku.

Senyum Ehrlich mengembang. "Wah, mulai sekarang aku akan beristirahat di sini, daripada mati bosan bersama mereka."

Pada hari-hari berikutnya, Ehrlich selalu melewati jam istirahat bersamaku. Kami sering membahas tentang senjata-senjata api.

"Uzi Submachine Gun!" Aku berseru melihat gambar pada majalah edisi terbaru.

Ehrlich terkekeh. "Senjata ini memang keren. Memiliki kecepatan peluru 390 meter per detik, dengan jangkauan sejauh dua ratus meter. Tapi sayang, harganya sangat mahal." Ia membalik-balik halaman kemudian menunjuk salah satu senjata dalam deretan kotak-kotak kecil. "Lihat ini, FN FAL. Dalam satu menit senapan ini mampu melesatkan tujuh ratus peluru." Ehrlich membalik ke halaman berikutnya. "Glock 45 GAP, pistol semi-otomatis Austria. Karena mudah dibawa dan disembunyikan, Glock menjadi pistol yang berbahaya. Dan,"—pupilnya bergerak menelusuri kotak demi kotak, hingga berhenti pada satu senjata—"ini yang kucari! Untuk membeli senjata ini cukup dengan mengumpulkan gaji selama enam bulan, kamu sudah sanggup membelinya. Aku baru saja membelinya kemarin."

Mataku melebar. "M4 Carbine. Berarti kamu mengikuti tes psikologi agar dapat membelinya[1]?"

"Ah, aku malas repot. Aku membelinya di pasar gelap," ucap Ehrlich mengecilkan suara.

Informasi ini memang sangat kubutuhkan. Tanpa berpikir panjang aku pun bertanya, "Bisakah nanti kamu mengantarku membelinya? Mmm ... tentu saja jika aku sudah memiliki uang yang cukup."

Ehrlich memandangku, pupilnya bergerak menyelisik. "Tidak untuk membunuh orang, kan?"

Kata-katanya membuatku tersentak. Dari mana ia tahu niatku? Apa mungkin hanya asal menerka? Namun, berikutnya ia tergelak.

"Hahaha! Aku hanya bercanda, Sobat!"

Lihat selengkapnya