Tidak seperti Ehrlich. Aku hanya memiliki waktu 24 jam untuk mengeksekusi rancangan pada Hans dan kawan-kawan agar polisi tidak mencari mereka. Upaya polisi tentu dapat menghambat eksekusi selanjutnya. Karena itu aku segera menjalankan siasat untuk memancing teman-teman Hans masuk ke dalam perangkap. Namun, aku harus berhati-hati karena jika salah satu di antara mereka melaporkan tindakanku, maka polisi dapat melacak lokasi alat yang kugunakan. Itulah yang melandasi keputusanku untuk menggunakan komputer di rental yang ramai dan tak pernah kukunjungi sebelumnya.
Laman sosial media sekolah adalah tempatku mencari akun sosial media Hans dan kawan-kawan. Sekolah memang mewajibkan setiap siswa untuk mem-follow akun sosial media sekolah. Aku pun mengirim pesan singkat pada Hans dan kawan-kawan dengan menggunakan akun palsu.
"Silakan menonton video singkat kalian saat menikmati Red Ice dan Canna. Datanglah tepat waktu ke gudang tua di Jalan Nikolaigraben pada pukul sebelas malam ini. Jika kalian tidak ingin video ini tersebar, ada tiga hal yang harus kalian patuhi: 1. Datang tepat waktu. 2. Semua yang ada dalam video ini, harus hadir. 3. Jangan beritahu orang lain, selain yang berada di dalam video. Dari: Anonymous."
Aku menyertakan klip singkat perbuatan mereka di dalam gudang tua agar mereka tahu kalau ancamanku serius. Pesanku sangat jelas untuk memastikan mereka tidak bertindak bodoh.
Sementara itu pesan pada Hans dan Liesel berisi video dan ancaman atas perbuatan mereka di sekolah serta meminta mereka datang pukul delapan malam besok. Rentang waktu antara kedua eksekusi kurang dari 24 jam sehingga masih cukup aman dari aturan pencarian polisi.
Mereka adalah buruan spesial, sehingga untuk eksekusi kali ini aku menyiapkan peralatan yang akan membuat sesi eksekusi berjalan menarik. Selain M4 Carbine, aku telah menyiapkan pisau, beberapa gulung kertas, dan juga portable lamp.
Sekarang tinggal beberapa menit lagi menuju waktu yang kutentukan. Aku sudah menunggu mereka di atas tumpukan kotak-kotak besar yang telah kususun sebelumnya di dalam gudang tua. Tak lama kemudian terdengar suara orang-orang yang berjalan di pekarangan gudang. Pembicaraan mereka di luar bangunan tak terdengar jelas olehku, sampai akhirnya mereka pun tiba di dalam ruangan gudang tua.
"Ada orang di sini?" teriak Uwe yang tak dapat melihatku dengan jelas di dalam ruangan gelap.
"Tutup pintunya dan jangan berani lari dari tempat ini, kecuali kalian mau aku menyebarkan video kalian sekarang!" perintahku.
"Sepertinya aku mengenali suaranya ...." gumam Penrod.
"Aku tidak peduli identitasnya," tukas Yohn kemudian mendongak ke arahku. "Cepat berikan video itu dan sebutkan mau—aaargh!" Yohn menjerit kala peluru yang kulesatkan mengenai pundaknya.
Mereka semua terkejut dan mengerumuni Yohn. "Yohn!"
"Bodoh! Terlalu naif jika kalian pikir aku mengancam kalian dengan video itu saja! Cepat tutup pintu gudang kalau tidak ingin timah panas menembus kepala kalian!"
Tidak ada alasan untuk tak mengikuti perintahku. Vier menutup pintu gudang lantas kembali bersama teman-temannya. Perasaan takut tampak jelas di wajah mereka. Pemandangan yang kurindukan sejak dulu.
"Kami tidak bersalah padamu. Kalau kamu ingin menukarkan video itu dengan sejumlah uang, aku akan memenuhinya," ungkap Beatrice dengan kata-kata lembut.
Gelak tawaku pun menggaung di ruangan. "Tidak bersalah?" Kusorotkan lampu senter pada portable lamp yang berdiri di dekat meja rusak. "Nyalakan!"
Usai mengikuti perintahku, mereka terkejut. "Stefan ...."
"Stefan? Ah, bukankah kalian memanggilku Mr. Spock?" Seringai miring pun tampak, bersamaan dengan mataku yang menyorot tajam.
Mereka membisu, tak bisa menyangkal kata-kataku. Jika M4 Carbine tidak berada di tanganku, sudah pasti mereka akan menyalak seperti anjing. Tak lama kemudian Beatrice berkata, "Stef, kami tahu perbuatan kami sudah keterlaluan, karena itu aku mewakili mereka meminta maaf."
Aku kembali tergelak. "Setelah diancam baru meminta maaf, apa kalian pikir cukup? Tidak! Tidak ada ucapan yang dapat memupus kesalahan kalian! Namun,"—kupandangi mereka satu per satu—"aku akan memberikan video ini sekaligus membiarkan salah satu di antara kalian pergi dalam keadaan hidup," ujarku menutup kalimat dengan nada beku.
Tentu saja aku berbohong, karena tak ada niat sedikit pun untuk membebaskan mereka. Aku hanya ingin membuat eksekusi ini berjalan menarik. Mendengar niatku membunuh, arogansi mereka yang biasanya tampak pun luruh. M4 Carbine benar-benar menghancurkan keberanian mereka.
Suasana mendadak hening. Kekalutan terlihat jelas di wajah mereka. Hingga Kenan memberanikan diri bertanya dengan suara bergetar. "Kenapa harus salah satu di antara kami yang akan keluar hidup-hidup?"
"Ah, apakah kamu lebih memilih semuanya mati ketimbang salah satu berpeluang hidup? Mungkin saja kamu yang beruntung, Ken!"