Innenseite

Ei
Chapter #4

Si Koro dan Pohon Emas

Pada zaman dahulu ketika hutan-hutan masih lebat pohonnya, hiduplah seekor burung pelatuk yang tinggal di sebuah pohon besar, bernama si Koro. Si Koro adalah burung kecil yang baik dan ramah, dia pun terkenal sangat mencintai lingkungan rumahnya. Setiap hari dia selalu merapikan sarangnya dan menjaga kebersihan di sekitar pohonnya, bahkan terkadang dia lupa untuk berangkat bekerja karena sibuk membersihan rumahnya.

Suatu hari saat matahari sedang bersinar cerah, seorang pria berpakaian aneh datang ke hutan untuk membawakan kabar dari kerajaan. Rupanya kabar yang dibawanya tersebut memberitakan bahwa Raja hendak membuat benteng yang megah untuk melindungi istananya. Sudah banyak ahli bangunan yang datang berkumpul untuk membangun benteng tersebut, mereka datang berbondong-bondong dari seluruh penjuru negeri hanya untuk mengabulkan permintaan Raja. Selain pembangunan benteng yang tiba-tiba tersebut, Raja juga berkehendak membuatnya di atas tanah hutan, oleh sebab itu Raja ingin menggunduli hutan untuk membangun bentengnya.

 Penduduk hutan yang mendengarnya menjadi gelisah tak karuan. Mereka menjadi takut karena mereka harus meninggalkan rumah mereka dengan segera. Berita tentang pembuatan benteng itu pun meluas dengan sangat cepat ke seluruh penjuru hutan. Dari bibir ke bibir, berita itu akhirnya sampai ke pohon tempat si Koro tinggal di tengah hutan. Monyet, tetangga Koro, cepat-cepat memberitahu si Koro dan berseru dari dahan pohon, “Koro! Koro! Sudahkah kau dengar kabar itu?”

Si Koro yang sedang sibuk membersihkan rumahnya langsung berhenti. Dia bertanya pada Monyet, “Tidak. Aku tidak mendengar apa-apa sejak pagi ini. Kabar apa yang kau maksudkan itu, Monyet?”

“Raja hendak membuat benteng dan Raja hendak menggunduli hutan!” kata Monyet.

“Apa?!” seru si Koro, terkejut. “Dari siapakah kau dengar berita itu, Monyet?”

“Dari seorang pria bijak yang berpakaian aneh,” jawab si Monyet.

Bergegaslah si Koro menemui pria bijak yang berpakaian aneh. Dengan hati yang merasa sangat keberatan untuk meninggalkan rumah kesayangannya, si Koro hendak menanyakan kebenaran berita itu. Sesampainya dia berhadapan dengan pria berpakaian aneh, si Koro langsung bertanya, "Hai, Tuan yang bijak! Apakah benar berita yang kau bawakan itu? Bahwa Raja akan menebang hutan untuk membangun sebuah benteng?"

Pria berpakaian aneh pun menjawabnya, "Ya. Itu benar, Kawanku. Raja akan mengusir kalian dan menebang hutan ini sampai habis."

Si Koro merasa terkejut dan kesal mendengarnya. "Kalau begitu, bisakah kau kembali ke kota dan menyampaikan pada rajamu itu bahwa aku menolak meninggalkan hutan ini?" pintanya dengan lantang, didengar oleh seluruh penduduk hutan. “Aku tidak akan meninggalkan rumahku di hutan ini. Mau Raja menghukumku sekali pun, aku tidak akan meninggalkannya.”

Mendengarnya, pria berpakaian aneh pun kembali ke kota dan menyampaikan pesan si Koro pada Raja. Raja begitu marah dan memerintahkan pria berpakaian aneh itu untuk kembali ke hutan. "Suruh dia menghadap padaku! Jika tidak kulihat sehelai pun bulu kecilnya itu malam ini, akan kumasak dia karena berani menentang perintahku!" kata Raja dengan murka.

Kembalilah pria berpakaian aneh ke hutan di kala senja, dan berkatalah dia pada si Koro, "Ikutlah denganku, Raja ingin bertemu denganmu."

Si Koro yang merasa sangat siap menghadap Raja dicegah oleh teman-temannya untuk pergi. Teman-temannya tidak ingin si Koro menjadi keras kepala dan membuat Raja semakin marah kepadanya, apalagi jika Raja sampai menghukumnya. Mereka semua tahu si Koro sangat menyayangi rumahnya, namun mereka juga menyayangi Koro yang baik dan ramah sehingga mereka terus mencoba menghentikannya. Berkatalah Harimau yang bijak, si Raja Rimba, kepadanya, “Sudahlah, Koro. Jangan keras kepala. Kau tidak mungkin didengar oleh Raja. Jangankan dirimu yang kecil seperti itu, aku saja yang dikenal sebagai Raja Rimba takut kepada Raja yang zalim itu ....”

“Betul itu, betul itu!” sela Gajah dengan keras. “Aku saja yang besar seperti ini takut kepadanya! Apalagi kau yang tidak lebih besar dari lubang belalaiku!” katanya lagi, sambil meniup-niup udara dengan belalainya.

Si Tupai yang juga teman dekat Koro maju ke depan untuk menasihatinya. “Benar itu, Koro! Kau harus mendengarkan apa kata teman-temanmu. Kami semua tidak ingin kau dihukum oleh Raja karena kami menyayangimu. Tinggalkan saja rumahmu sesuai dengan perintah Raja, lalu kita buat rumah baru di tempat lain nanti.”

Koro yang masih keras kepala tidak mau mendengarkan nasihat teman-temannya. Dia tetap pergi bersama pria berpakaian aneh tanpa menghiraukan panggilan teman-temannya. Mereka berdua berjalan menuju kota hingga menjelang malam dan sampai di gerbang istana sebelum obor pertama dibakar.

.-.-.

Sesaat setelah pintu gerbang dibuka, pengawal langsung mengantarkan mereka menuju ruang takhta di mana Raja sedang menunggu mereka sedari sore. Sesampainya mereka di ruang takhta, Raja langsung bertanya, “Apakah itu kau, si Koro, burung kecil yang tidak tahu diri?”

“Hamba, Tuanku,” jawab Koro sambil berdiri dengan berani di hadapan Raja, sama sekali tidak memberi hormat.

“Apakah itu benar bahwa kau menolak ideku membuat benteng di tanah hutan?”

“Ya, Tuanku,” jawab Koro dengan lantang.

“Apa kautahu siapa aku? Aku ini raja yang ditakuti di negeri ini,” kata Raja dengan sombong.

“Hamba tahu, Tuanku.”

Mendengar jawaban itu, Raja menjadi penasaran. “Kalau kau sudah tahu, mengapa kau masih berani menentangku?”

“Hamba hanya ingin mempertahankan hak hamba, Tuanku.”

Lihat selengkapnya