Jennifer mengoceh sepanjang malam. Beberapa kali aku dibiarkan sendiri. Mereka memintaku untuk memikirkan semua konsekuensi bila aku berbohong, dan bila aku menutupi kesalahanku. Pada akhirnya wanita itu akan kembali, dan kami berada di titik yang sama. Aku yang tidak bersalah, dan mereka yang tetap menuduhku.
“Aku tidak melakukannya!” gertakku untuk kesekian kalinya. Seluruh tubuhku sudah terlalu lelah. Bukan hanya karena terjaga sepanjang malam, dinding besi ini menahan sihirku. “Aku bersama Hendri sepanjang malam itu. Karen menelponku tetapi aku mengabaikannya, kau bisa mengecek catatan panggilan itu sebagai bukti.”
Sama seperti jam-jam sebelumnya, Jennifer bergeming. Seolah aku tak pernah memberikan pengakuan yang bisa meringankanku. Pengakuan bahwa aku tidak di sana. Alih-alih percaya, dia kembali menyodorkan tuduhan dari lembaran yang baru diberikan sekitar satu jam yang lalu.
“Kau dan Nona Katrina bertengkar tadi siang karena memperebutkan John. John menyatakan perasaannya pada Karen, sementara dia adalah kekasihmu.”
“Aku tidak!”
Jennifer kembali menyela. “Anak muda, perasaan cinta sesaat membutakanmu dan memilih untuk mencoba membunuhnya.”
Wajahku merah padam. “Kemana perginya interogasi yang semestinya?” geramku. “Yang kau inginkan hanya membuatku dihukum mati. Kalian ingin melakukannya sejak dulu, karena peraturan perdamaian tidak memperbolehkan kalian melakukan pembunuhan tak berdasar dan genoshida, kalian menggunakan kesempatan ini untuk menyingkirkanku.”
“Kami hanya bersikap sebagai mana mestinya ketika tersangka tidak kooperatif dan hanya berbohong.” Jennifer kembali tersenyum. “Sekarang mari kembali pada pembicaraan kita, kau bilang sedang bersama Hendri pada jam-jam itu?”
“Ya.”
“Sayangnya, seseorang memberi kesaksian bahwa dia bersama Hendri sepanjang sore hingga malam.”
Mataku melebar. “Apa? Siapa?”
“Seseorang yang ...”
Suara itu semakin menjauh. Jennifer tidak memberitahu siapa yang memberi kesaksian. Akan tetapi aku tahu kesaksiannya palsu, karena aku tahu benar Hendri bersamaku. Malu-malu dan menodorongku mundur. Kami hanya berdua, tidak ada yang menyaksikan kami. Kami pergi ke sana dengan sembunyi-sembunyi. Hanya itu alibi yang kumiliki. Tidak mungkin kepolisian mempercayai apapun yang kukatakan. Mereka akan menelan mentah-mentah informasi apa pun yang memberatkanku.
Hanya aku penyihir di kota ini. Setidaknya itu lah yang mereka ketahui. Ada penyihir lain yang melukai Karen, hanya itu yang kuketahui. Seluruh kejadian ini, seseorang pastilah menjebakku. Tapi siapa? Dan kenapa?