Innocent

ArinaAsh
Chapter #6

Bab 6

Bab 6

Sejak semalam Joshua tidak berbicara padaku. Aku tahu dia marah karena kesepakatanku dengan Vynnias, tetapi aku tak punya ide lain. Waktu kami hanya sedikit, kemarin dilewati dengan tanpa hasil. Hanya fakta tentang penyihir lain, dan Hendri yang menghilang. Tidak ada petunjuk apa pun di kamar Karen. Dan aku tidak tahu lagi harus memulai dari mana.

Aku menatap pantulan diriku di cermin, dengan kantung mata yang terlihat menyeramkan. Kalau Karen ada di sini, apa yang akan dia katakan? Di jam ini dia pasti sudah mengomel di depan pintu dan menungguiku mandi. Rasa kehilangan itu kembali berdenyut. Sialan. Sialan.

Sialan.

Cermin itu hancur berkeping-keping. Aku menarik napas dalam. Suara langkah Ibu terdengar dari tangga kayu. Kemudian disusul ketukan pintu beberapa detik berikutnya. Aku menatap serpihan itu sebelum keluar kamar mandi.

“Kau baik-baik saja? Aku mendengar pecahan kaca, dan sihirmu ....”

Guratan cemas tercetak jelas di wajah Ibu. Dia tampak lebih tua dengan kantung mata yang sama. Aku tahu sepanjang malam ini dia mencoba menghubungi dewan, meski aku yakin tak banyak yang bisa mereka lakukan. Rambutnya yang sedikit lebih gelap dari pada milikku diikat begitu saja dengan anak rambut yang berjatuhan ke bahunya.

Aku tersenyum kecil. Tidak memiliki tenaga untuk berpura-pura lebih jauh.

“Aku baik-baik saja,” gumamku. “Jangan khawatir, Mom!

Ibu tampak keberatan, tetapi dia mengambil tanganku dan menepuknya pelan. “Semua akan baik-baik saja,” rapalnya bagai mantra yang akan mengubah sesuatu. Kemudian suaranya yang tenang diisi oleh getaran tangis. “Maafkan aku. Seharusnya aku bisa menemanimu. Seharusnya bukan hanya kau penyihir yang diketahui kota ini.”

Mom! Mom! Aku baik-baik saja. Aku berjanji akan menyelesaikan masalah ini, kan?”

Ibu hendak kembali memprotes ketika suara bel menyelematkanku. Aku bukannya tidak akur dengannya. Kami hanya berdua, ayahku entah kemana perginya. Lelaki itu meninggalkan kami ketika tahu ibu seorang penyihir, saat itu aku masih terlalu muda untuk mengingat. Aku pernah bertemu dengannya bertahun-tahun lalu. Dia memiliki keluarga dan anak-anak, tetapi kami sepakat untuk tidak mengatakan apa pun. Dia takkan mengatakan bahwa ibu adalah penyihir, dan kami berjanji tidak akan pernah mengusik mereka.

Praktis aku hanya tinggal dengan ibuku yang terlampau lemah-lembut dan penuh kasih. Aku tidak mewarisi itu darinya. Menunjukkan kasih sayang, dan perasaanku yang sesungguhnya adalah hal yang sulit. Sehingga sulit untuk mengimbangi caranya memperlakukanku.

“Aku akan bersihkan kacanya. Kau turunlah!”

Di pintu depan ada Joshua yang berdiri kikuk. Aku tidak menyangka dia akan datang kemari, kupikir aku harus ke rumahnya dan meminta maaf. Meski aku tidak tahu harus mengatakan apa, dan nampaknya bukan hanya aku yang bermasalah dengan itu.

Joshua mengerjap dan berkata, “Hai! Boleh aku masuk?”

“Kau tidak pernah ditolak masuk ke rumah ini.” Aku menyingkir membiarkannya masuk. Aku menggigit bibir dan meneguk ludahku sebelum akhirnya berhasil berkata, “Tentang kemarin. Aku tidak menyesal.”

“Aku tahu,” dengusnya. “Kau memang selalu seperti itu.”

Lihat selengkapnya