Innocent

Strifer Saviour
Chapter #11

Sialnya

Ia mengawali petualangannya dengan menjelajah desa-desa sekitar Rapshodus. Dimulai dari Desa Vardan. Tempat itu lah yang paling dekat dari Rapshodus.

Ia mirip ksatria pemberani,menjelajah dunia dengan kuda perkasanya yang berlari begitu kencang. Padahal ini adalah kali pertama Zael menunggang kuda, namun ia lumayan fasih mengendalikan hewan itu. Sebelumnya ksatria istana sekaligus koki kerajaan ini hanya menunggang keledai lambat untuk membawa barang bawaan bersama ayahnya.

Entah kenapa wajah Zael terlihat membiru dan pipinya mengembung. Ia menghentikan kudanya. Membungkuk menghadap sebuah pohon.

“MMBBUAAK!” Zael mengeluarkan isi perutnya. Rupanya sedari tadi ia menahan rasa mual yang dideritanya. “Ya ampun, kuda ini sangat cepat sehingga guncangannya juga sangat kuat. Aku tidak terbiasa dengan ini.”

Zael terduduk lemas. Tertelungkup dengan mata sayu mirip orang yang kurang darah. Mungkin lebih tepatnya kurang makanan karena ia baru mengeluarkan lagi makanan yang dikonsumsinya.

Perlahan ia mendongak ke atas. Mengarahkan manik matanya pada langit yang biru dan matahari yang secerah rambut Melyra. Entah kenapa ketika ia memandang matahari, ia teringat sang putri.

Zael bangkit. “Ini bukan waktunya duduk. Aku sudah membuat janji dengan Melyra.” Ia menggenggam liontin Melyra yang melingkari lehernya. Kemudian tersenyum.

“Hei! Mulai sekarang kau akan bersamaku. Kita akan mengelilingi dunia. Persiapkan dirimu!”

Nada bicaranya sangat berbeda dari beberapa saat lalu. Kini ia benar-benar bersemangat. Namun lawan bicaranya tak menjawab. Ia hanya memekik dan beberapa kali menghentakan keempat kakinya bergantian. Mungkin otak Zael sedikit bergeser ketika menunggangi salah satu kuda tercepat di Rapshodus sehingga isi kepalanya berguncang. Bisa-bisanya ia berbicara dengan kuda tunggangannya.

“Oh iya, aku belum tahu siapa namamu.” Kelihatannya memang benar ada yang salah dengan otaknya. “Mulai sekarang namamu ... Sera! Bersiaplah, Sera! Kita akan melakukan perjalanan panjang.” Zael mengelus kepala kudanya seperti gadis yang mengelus kucing peliharaannya.

Zael kembali naik ke punggung Sera. Matanya mencerminkan tekad dan keinginannya yang kuat. Ia menatap tajam ke arah depan.

Hutan, lembah, sungai, padang rumput telah ia lalui. Namun tak kunjung ia sampai di tempat ia tuju. Ia menghentikan Sera di bawah sebuah pohon. Zael berdiri gagah dengan pedang Hazzer yang terselip di pinggang kirinya. Angin bertiup menggerakkan dedauan dan rambut pemuda itu.

Sayang, momen kegagahannya tak bertahan lama karena ia harus kembali memuntahkan isi perutnya. Kali ini tak sebanyak yang pertama. Namun tetap saja ia lemas dengan wajah pucat.

“Berakhir. Tamat. Selesai. Aku tidak sanggup lagi,” ucapnya dengan nada memelas. “Yang benar saja! Padahal di peta jarak Rapshodus dan Vardan hanya sepanjang ruas jari. Tapi kenyataannya? Rasanya aku seperti mengarungi setengah luas dunia.”

Ia tertelungkup bersandar di batang pohon. Mata yang awalnya memancarkan tekad kuat kini memejam. Tangannya memeluk kedua kaki dengan tatapan kosong. Ia kembali putus asa.

Zael! Berjanjilah! Jika kau kembali kita akan menikah!  

Kata-kata Melyra terngiang di pikiran Zael. Sontak matanya terbuka lebar. Menunjukkan manik mata yang senada dengan warna rambutnya. Mengangkat wajahnya perlahan.

Zael kembali bangkit untuk kedua kalinya. Tanpa satu aksara terucap, ia menaiki punggung Sera dan kembali menggerakkan Sera melangkah maju.

Zael tengah berada di fase dimana ia memiliki semangat dan hasrat yang naik turun dengan mudah karena sebuah hal kecil sekalipun. Semoga saja ia tak kehilangan semangatnya lagi.

***

Hari makin gelap, namun Zael tak kunjung sampai di desa Vardan. Baru ketika mentari tenggelam, ia sampai. Obor-obor telah terbakar di luar rumah penduduk. Menerangi tiap sudut desa. Di tengah desa Vardan berdiri sebuah patung wanita setinggi 7 meter, berambut gelombang sepunggung, sepasang sayap menempel di punggungnya. Tangan kanan patung itu memegang sebuah timbangan. Zael langsung tahu bahwa itu adalah patung Dewi Ficarraz, dewi keseimbangan.

Lihat selengkapnya