Elsa POV
Akhir-akhir ini Putri Melyra mulai berubah. Biasanya ia selalu memasang wajah datar layaknya sebuah boneka. Sikapnya juga begitu dingin dan tak bersahabat. Bahkan penduduk ibukota menjuluki Putri Melyra dengan sebutan ‘Putri Es’ karena sifatnya yang dingin. Aku pikir dia bersikap seperti itu karena memang karakterya sejak lahir
Awalnya aku mengira kehidupan ningrat selalu ditempeli kebahagiaan dan kemewahan. Bagaimana tidak? Mereka selalu tampil glamor, selalu berwibawa dimanapun. Tapi mungkin pikiranku terlalu dangkal karena tidak pernah tahu apa yang ada dibaliknya
Teringat pertemuanku dengan Putri Melyra. Pertama kali aku menginjakkan kaki di istana adalah ketika berumur 8 tahun bersama ibuku. Karena beliau tidak tega meninggalkanku sendirian di rumah. Saat itu ayah dan kakakku sedang tidak berada di rumah. Kami mendapat kabar bahwa Raja Legna sakit. Ibuku selaku tabib istana diminta untuk datang dan mengobati beliau.
***
“Akhirnya kau datang, Jeanne,” sapa Raja Legna dengan suara berat. Terbaring di ranjang putih bersih dengan mata sempit dan wajah yang pucat.
“Maafkan saya, yang mulia,” balas ibuku setengah membungkuk. Beliau mulai mengeluarkan sebatang sumpit dari bambu. Menekankannya pada beberapa bagian tubuh, mulai dari telapak kaki, telapak tangan, pusar, dan terakhir pelipis. Itu adalah cara ibu mendeteksi penyakit.
Sementara ibuku merawat Raja Legna, aku malah berkeliaran di sekitar istana sendirian. Aku benar-benar tidak menyangka bahwa akan benar-benar berada di istana. Bahkan bermimpi tentang hal ini pun belum pernah.
Disana, di taman istana. Seorang gadis berdiri sendirian di tengah bunga-bunga dengan tatapan kosong dan wajah tanpa ekspresi. Sebaya denganku, mengenakan gaun putih, dialah Putri Melyra. Kucoba mendekatinya. Dia tidak merasa terganggu sama sekali dengan kehadiranku.
“Apa kau tinggal disini?” tanyaku.
“Ya.”
“Mmm, apa kau anak salah satu pelayan di sini?” tanyaku lagi.
“Bukan.”
Dia hanya menjawab singkat pertanyaan-pertanyaanku selanjutnya. Yang lebih menyebalkan adalah ia menjawabnya dengan nada datar tanpa melihat ke arahku. Ia adalah gadis yang aneh.
“Elsa!” suara ibu memanggilku. Aku menoleh. “kemana saja kau?”
“Maafkan aku. Aku hanya berkeliling sambil menunggu ibu selesai.”
Ketika ibu melihat gadis itu, beliau langsung membungkuk, “Putri Melyra!”
“Putri?” ucapku terkejut.
“Apa yang kau lakukan, Elsa? Cepat beri hormat!” perintah ibu. Akupun menurutinya.
***
Aku menghabiskan waktu dua tahun untuk mendekatinya. Rasanya ada yang mendorongku untuk melakukannya. Tiap tiga atau empat hari sekali aku meminta ijin ibuku untuk pergi ke istana dan bermain dengan Putri Melyra. Raja Legna pun sangat senang mendengarnya. Ia bahkan memberikan sebuah ruangan khusus untuk kami bermain.