`````
Sorakan yang kompak terdengar dari area tribune lapangan futsal SMA Taruna Arsa. Kegiatan hari Jum'at sehat yang diisi pertandingan futsal antar kelas. Saat ini lapangan tengah dikuasai oleh kedua tim futsal perwakilan kelas yang terkenal sering menjuarai di setiap kegiatan class meeting. Bahkan beberapa orang dari mereka pernah bergabung dengan tim inti futsal sekolah dalam kejuaraan POPDA (Pekan Olahraga Pelajar Daerah).
Kedua tim tersebut adalah XII IPS 5 dan XII MIPA 4, kedua kelas dengan persaingan sengit dalam bermain. Kelas XII IPS 5 dengan jersey ciri khas mereka yaitu hitam ungu, sedangkan XII MIPA 4 dengan warna jingga. Bhima sebagai pemimpin tim terus mencari celah supaya mencetak gol. Apalagi saat ini dia dihadapkan dengan lawan mainnya Henry. Cowok bengis dengan tingkat kesombongan diatas rata-rata. Tentu saja Bhima tidak mau diremehkan, sudah 4 kali mereka bertanding dan hanya 1 kali tim Bhima kalah dengan selisih poin 1.
Saat ini bola telah digiring Henry, untuk sementara Bhima mempersilahkan. Namun Bhima berusaha mengejar dan mengacaukan konsentrasi cowok itu. Perebuatan bola terjadi, sekarang bola itu digiring Bhima dan siap untuk ditendangkan ke arah gawang.
Penonton semakin bersorak saat melihat kedua pemain tersebut, Bhima dan Henry. Entah ada masalah apa, kedua manusia itu selalu terlihat sengit ketika berdekatan.
"GANBATTE BHIMAKU!!" Seruan Megan bersama anggota cewek-cewek IPS 5, tidak hanya cewek saja. Ada cowok juga yang ikut memberikan semangat kepada pemain.
" I KNOW YOU CAN MAKE XII IPS 5 TO BE WINNER!" Sorakan itu kembali terdengar dengan dipimpin Megan, satu-satunya cewek paling koar-koar di kelas cuman dia.
Megan menoleh ke Chaca, "Si Irena mana sih, lo pada liat ngga?"
"Tadi pagi tu anak lewat lobi udah dihadang sama itu cewek kelas MIPA, namanya siapa, oh iya Nadia."
Tidak ingin menggubris lebih dalam, Megan hanya mengangguk mendengar penuturan itu. Ia kembali berdiri dan bersorak dengan membawa spanduk kecil bertuliskan 'Kak Bhima Semangat!'
"Itu spanduk lo yang bikin Me?" Tanya Chaca ragu.
Ia mengembuskan napasnya kasar, "Ini tadi gue dapat dari adik kelas, daripada gue nganggur ngga bawa merchandise."
Permainan semakin panas, gol pertama didapatkan oleh IPS 5, tentu saja gol pertama dicetak oleh Bhima. Kembali berlanjut, sorakan dari tribune semakin ramai. Baik pendukung tim Bhima maupun Henry. Kedua cowok itu terus menggencarkan aksinya. Tatapan sinis antara keduanya seolah menjadi latar permainan tersebut.
Di tengah para cewek-cewek yang sedang memberikan semangat. Sendy datang dengan napas yang terengah-engah.
"GAWAT!" Sendy menunduk dengan tangan bertumpu pada lutut seperti rukuk, ia kembali menegakkan badannya. "GAWAT! BHIMA ADA DIMANA?!"
Keringat mengalir di pelipis Sendy, sebagai kekasih yang cekatan. Chaca memberikan sebotol air mineral. Sendy menegaknya dan kembali bersuara.
"Lo kenapa? Apanya yang gawat?" Tanya Megan, Chaca mengangguk.
"Bhima suruh keluar dari lapangan sekarang juga, ada masalah penting!" Sendy lalu berlari menuju tribune paling tinggi dan melambaikan tangannya. "Woi Bhim! Keluar dari lapangan, ada masalah serius di kelas."
Supporter kelas IPS 5 kini mengerutkan keningnya karena bingung, lebih tepatnya malu. Hal yang dilakukan Sendy itu mengundang perhatian, dan tentunya akan menganggu waktu pertandingan mereka.
"Astaga Sen! Turun, jangan bikin malu lo." Salah satu teman sekelasnya-Rullif menarik-narik celana Sendy melalui tribune bawahnya.
"Ini pokoknya gawat!" Cowok itu semakin meninggikan suaranya. "BHIM!" Teriakan Sendy yang refleks membuat Bhima menoleh di tengah lapangan futsal itu. Dengan jelas Bhima mengerutkan kening. Ada apa gerangan? Mulut Sendy berkomat-kamit mengucapkan sebuah kata. Namun tetap tidak dimengerti Bhima, lalu jari cowok itu seolah memberikan bahasa isyarat hingga membentuk sebuah nama NAYA.
Bhima refleks membulatkan mata, cowok itu langsung berlari keluar lapangan. Sendy lalu menyeret Rullif untuk menggantikan posisi Bhima di lapangan.
"Buruan gantiin sono!" Sendy mendorong bahu Rullif.
Masih dengan napas yang terengah, Bhima menghampiri Sendy. "Ada apa sama tu anak?"
"Gue juga ngga tau Bhim. Tiba-tiba aja Naya nangis di depan kelas. Karena panik gue bawa masuk ke kelas."
Bhima memekik tidak percaya. "Lah kok bisa nangis sih?"
"Lo apain dia lagi Bhim. Please Bhim! Jangan bikin masalah, lo kalau mau gombalin adik kelas pilih-pilih kek. Jangan gombalin anak polos kek dia, sensitif banget Si Naya Naya itu."
"Lah gue ngapain tu cewek, gue aja dari kemarin ngga pernah ketemu dia." Bhima menggaruk kepalanya karena bingung.
Sendy semakin heboh menejaskan. "Ngga Bhim! Itu pasti ada masalah serius sama lo, kalo ngga ada masalah ngga mungkin dia sampe nangis kayak gitu. Mending lo buruan ke kelas."
Cowok itu merampas botol minum Sendy, ia menegaknya dan segera berlari ke ruangan kelas. Entah apa yang terjadi, Bhima cuman bisa pasrah. Masalahnya adik kelas yang bernama Naya itu kenapa bisa nangis di depan kelas XII IPS 5. Be rakhir dengan Bhima yang kena, padahal ia tidak melakukan hal apapun.