InSTAN

Hasan Ali
Chapter #22

Semburan Janda

“Ya Allah, hamba sudah berusaha semaksimal mungkin yang bisa hamba lakukan. Sekarang hamba hanya mampu berpasrah, menyerahkan masa depan hamba kepada-Mu, ya Allah.”

Usaha telah aku lakukan. Doa selalu aku panjatkan. Perjuangan panjang telah aku lukiskan. Kegagalan sudah pernah aku rasakan. Pengorbanan telah menjadi bagian dari kisahku. Kini aku tinggal menunggu hasil dari seluruh upaya maksimal yang telah aku lalui. Aku yakin jika Tuhan telah menyiapkan sesuatu terbaik untukku. Aku telah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Jika berhasil maka harus bersyukur. Jika gagal maka harus bersabar.

Di saat penantian menunggu hasil ujianku. Di kala aku sedang galau-galaunya memikirkan takdir hidupku. Ketika pikiranku tidak bisa istirahat. Bayangan-bayangan bisa berfoto di depan air mancur kampus Ali Wardhana terus berkecamuk di kepala. Tiba-tiba aku mendapatkan satu pengumuman penting lainnya. Aku dinyatakan lulus Teknik Elektro UNSOED. Hah? Kok bisa?

Ya, sebelum aku mengikuti ujian masuk PKN STAN, aku terlebih dahulu mengikuti SBMPTN sebagai cadangan kalau aku gagal lagi. Namun, nyatanya yang kutempatkan sebagai cadangan justru muncul lebih awal. Sekarang aku harus mengambil keputusan.

Pengumuman PKN STAN masih cukup lama, sementara daftar ulang di UNSOED harus segera dilakukan. Akhirnya, aku pun memutuskan ikut daftar ulang. Beruntung kali ini aku mendapatkan beasiswa bidikmisi. Jadi, aku tidak perlu membayar uang pendaftaran ulang. Bahkan aku juga mendapatkan satu jaket almamater lagi secara gratis.

Saat sedang daftar ulang, aku juga bertemu dengan Soni―salah satu temanku di FAPET.

“Kamu ngapain di sini, Al?” tanyanya dari belakang. Aku terlonjak kaget.

Dengan terbata-bata aku menjawab pertanyaannya. “Lagi ikut daftar ulang, Son.”

“Pantas kamu nggak pernah kelihatan, ternyata kamu sudah keluar dari FAPET.”

“I … iya. Biar lebih dekat saja. Kan gedung kampus fakultas teknik ada di Purbalingga,” ujarku beralasan.

**

Beberapa hari selepas mengikuti daftar ulang di UNSOED, Badanku tiba-tiba dipenuhi bintil-bintil merah. Tepatnya di area pinggang sebelah kanan. Awalnya hanya bintil-bintil kecil saja. Tetapi lama-kelamaan bertambah besar dan semakin besar. Aku tak merasakan gatal. Biasanya jika terkena ulat bulu sekujur badan akan terasa gatal, namun ini tidak. Justru aku merasakan perih. Semakin lama semakin perih. Lama kelamaan muncul titik-titik hitam di tengahnya. Mereka bergerombol dalam jumlah yang banyak. Seiring bertambahnya jumlah bintil-bintil itu, rasa perih yang aku alami kini bertambah menjadi panas. Perih dan panas.

Aku belum pernah merasakan penyakit seperti ini sebelumnya. Dulu ketika SD, aku pernah mengalami cacar air, namun rasanya tidak seperti ini.

“Wah, ini mah kamu terkena dampa, Nak,” ujar ibu setelah melihat bintil-bintil di badanku selama beberapa hari. “Kalau kena dampa kayak gini obatnya harus disembur janda yang dapat suami perjaka, Nak. Untung teman Emak ada yang biasa mengobati dampa kayak kamu gini. Ayo kita segera ke sana!” ajak ibu yang bernada agak memaksa.

Disembur janda? Apa aku tidak salah dengar? Dari mana asal-usulnya? Dokter mana yang menganjurkan hal itu? Kenapa harus janda? Yang bersuami perjaka pula. Kenapa tidak disembur gadis saja? Jika disembur sang Bidadari Bermata Bening tentu aku mau.

Pertama kali mendengar itu, aku merasa geli dan jijik. Dan tentu saja tidak percaya. Tidak masuk akal. Itu hanyalah mitos yang turun temurun dari nenek moyang. Namun, aku tak kunjung sembuh, dan selama itu pula ibu selalu menawarkan pengobatan aneh itu. Berulang kali aku menolaknya. Tetapi ibu terus membujuk. Takut dikutuk menjadi batu, di ujung penderitaan yang sudah tak tertahankan, terpaksa aku menuruti perintah ibu.

Ibuku memiliki seorang teman yang usianya tidak terpaut jauh dengannya. Beliau adalah seorang janda yang sekarang telah bersuami. Dan suaminya adalah seorang yang belum pernah menikah sebelumnya. Namanya sudah dikenal seantero kampung sebagai tabib dampa. Sebuah gelar yang barangkali hanya sedikit sekali orang di dunia ini yang memilikinya.

“Mak, kalau cara ini nggak berhasil gimana?”

“Emak yakin sepulang berobat, kamu akan sembuh total.”

“Memangnya nggak bisa ya Mak kalau diganti saja yang nyembur?”

Lihat selengkapnya