Sepuluh menit sebelum kelas biologi resmi dimulai Mrs. Duvall sudah berdiri di depan mejanya, mengawasi setiap anak yang masuk melalui pintu kelas. Beliau punya kebiasaan untuk datang lebih awal dari waktu yang seharusnya, lalu mengamati setiap anak melalui kacamata bergagang tipisnya. Mrs. Duvall kurus, tinggi, dan rambutnya selalu disanggul. Dia memiliki aura pengkritik yang kuat. Dua menit sebelum jam menunjukkan pukul satu Khansa muncul di depan pintu dan melangkah lesu ke dalam kelas. Mrs. Duvall mengerutkan alis melihatnya, tetapi Khansa tetap tidak acuh dan duduk di kursi kosong pertama yang ia lihat. Cewek itu menyandarkan kepalanya di atas meja, tidur. Hari ini ia sedang malas dan mengantuk sekali. Semalam Khansa bekerja cukup larut di toko bunga, lalu mengerjakan pekerjaan rumah, ditambah Lily rewel sampai jam tiga pagi. Ia hanya bisa tidur sebentar saat jam makan siang tadi.
“Kenakan kacamata dan jas lab, lalu pilih pasangan kalian,” perintah Mrs. Duvall, ia berbalik menghadap papan tulis.
Khansa seperti mendengar sesuatu, tetapi tidak dipedulikannya. Ia benar-benar sedang tidak punya energi. Seharusnya dirinya bolos saja hari ini.
“Miss Guaverra. Mr. Henford.”
Tidak ada jawaban.
“Miss Guaverra. Mr. Henford.” Kali ini dengan intonasi mengancam.
Reina yang berada di belakang Khansa menepuk punggung cewek itu, yang membuatnya bangun seketika.
“Kalau kalian ingin tidur, silakan tinggalkan kelas ini. Dan jangan masuk kembali sepanjang sisa semester.” Nada suara Mrs. Duvall tinggi dan menusuk. Seseorang yang duduk di sebelah Khansa, dari tadi tidur dengan tudung jaket menutupi wajahnya, berlahan mendongakkan kepala. “Atau kalian bisa bangun dan memilih pasangan kalian.”
Khansa mengerjap, matanya menggembung. Ia menoleh dan mendapati Gabriel duduk di sebelahnya. Kantung mata lebar menghiasi kedua mata cowok itu. Mereka menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari orang untuk dijadikan pasangan. Tetapi tidak ada yang tersisa.
“Hanya tinggal kalian berdua. Cepat kenakan jas lab atau aku terpaksa mengusir kalian dari kelas ini.”
Khansa segera bangkit dari kursi dan mengambil jas lab. Sementara Gabriel berdiri malas sambil misuh-misuh, tudung jaket masih menutupi kepalanya.
Beberapa saat kemudian mereka berdua sudah berdiri di hadapan meja praktek. Gelas-gelas takar yang berisi berbagai macam warna cairan terjejer di atas meja. Seekor katak hijau yang sudah mati diletakkan telentang di tengah meja. Pisau-pisau bedah tersusun rapi di sebelah katak itu.
Kantuk Khansa sekarang menghilang sepenuhnya. Ia memakai jas dan kacamata lab. Gabriel di sebelahnya juga sudah mengenakan jas, kedua tangannya berada di dalam saku. Sesekali cowok itu menguap. Tampangnya kucel sekali, dan kantung matanya juga terlihat gelap. Khansa bertanya-tanya apakah cowok itu tidak tidur tadi malam.
“Hei,” panggil Khansa. “Kau tidak tidur ya, semalam?”
Gabriel membuka matanya. “Bukan urusanmu.”
“Kantung matamu hitam dan lebar sekali.”