Mrs. Hay masuk ke dalam kelas tepat setelah bel berbunyi satu menit yang lalu. Air mukanya saat memasuki kelas terlihat tidak cerah. Dia meletakkan tumpukan kertas di atas meja. Sepertinya itu hasil kuis sejarah minggu kemarin. Beliau menghadapkan wajahnya ke depan, menatap seluruh kelas.
“Di mana Gabriel Henford?”
Khansa tertegun. Semua anak tidak ada yang menjawab. Mereka menoleh ke kanan dan ke kiri, beberapa sempat berbisik pelan. Gabriel pasti bolos lagi.
Mrs. Hay mengembuskan napas gusar. “Sekali berandalan memang akan tetap menjadi berandalan.” Ia memutari meja lalu duduk di kursinya.
Khansa juga ikut melihat sekitar. Ia tadi tidak memperhatikan, dan baru menyadari bahwa cowok itu memang tidak ada di kelas.
Ada apa sih sebenarnya dengan orang itu? Khansa tidak mengerti. Baru kemarin sore ia melihat Gabriel dengan serius mengerjakan tugas-tugasnya, bahkan ia melihat lembaran tugas matematika cowok itu sudah terisi setengah. Pagi ini dia malah membolos kelas lagi. Khansa kira cowok itu sudah mendapatkan ilham untuk menjalani hidup, atau lebih tepatnya sekolahnya, dengan lebih baik lagi.
Khansa mengangkat tangan kanannya, izin ke kamar mandi. Mrs. Hay mempersilakan dengan wajah masam.
Ia menyusuri setiap koridor dan ruangan, mencari Gabriel. Ke mana kira-kira cowok itu pergi? Khansa melewati pintu kafeteria. Freddie ada di balik konter, sedang membantu ibunya. Kemungkinan terbesar cowok itu memang membolos. Namun tiba-tiba ia terpikir sesuatu.
Khansa berlari menuju gymnasium. Dan benar saja dugaannya.
Gabriel ada di sana. Berbaring telentang di tengah lapangan basket.