Keesokan harinya Gabriel menerima banyak tepuk tangan dan tos dari hampir seluruh penghuni sekolah.
Kemarin malam sekolah mereka menang dengan skor 59-57, dengan tembakan three-point Gabriel sebagai menutup permainan. Mereka cukup kewalahan di quarter keempat dan sempat tertinggal enam poin di menit-menit terakhir. Tetapi bagaimana pun juga, kemenangan memang sedang berada di pihak mereka malam itu.
Sambil membalas tos dan memberi cengiran kepada orang-orang yang menyapanya, Gabriel melangkah santai di koridor. Bahkan Mr. Smith menyalaminya pagi ini. Petugas kebersihan itu cukup berjasa bagi Gabriel karena telah menemani hari-hari membosankannya saat dipenuhi tumpukan tugas di kafeteria. Biasanya jika dirinya sudah bosan dan malas, ia akan mengajak Mr. Smith mengobrol. Terkadang mereka mengobrol sampai malam.
“Lihat siapa di sini.” Jerry menyapa dengan senyum miring, lengan Brad tergantung di leher dan bahunya. “Sang pelari tercepat sudah kembali.” Kemudian mereka berdua menerjang Gabriel dan mengacak-ngacak rambut cowok itu.
“Pesta malam ini di tempat biliar,” ujar Brad. “Traktiranku.”
“Sampai nanti, bro.” Jerry berlalu bersama Brad.
Gabriel membuka lokernya, mengambil buku untuk jadwal kelas pertama. Di sisi lain koridor, tidak jauh dari tempatnya berdiri, ia melihat Khansa Guaverra juga sedang berdiri di depan lokernya. Ia menutup pintu loker dan menghampiri cewek itu.
“Yo,” sapanya. Jujur saja terkadang Gabriel masih merasa aneh karena mereka sepertinya sekarang berteman. “Aku sempat melihatmu di tribun tadi malam, tapi tidak melihatmu saat pertandingan berakhir. Kau pergi lebih awal?”
Cewek itu terdiam beberapa detik sebelum menjawab. “Oh, yah, bagaimana pertandingannya?” Gabriel tersenyum bangga. “Kami menang.”
“Selamat.”
“Sayang sekali kau melewatkan selebrasi kemenangannya.”
Cewek itu menutup pintu lokernya. Ia menghadap Gabriel. “Yah, aku ada sedikit urusan tadi malam.”
“Apa?”
Ini hanya pikiran Gabriel atau ia melihat ekspresi tidak nyaman di wajah cewek itu. Mata hazelnya tidak berbinar seperti biasanya, dan dia memberikan gestur-gestur tidak fokus yang Gabriel sendiri juga tidak mengerti. Semacam bentuk keresahan yang pernah Gabriel lihat sebelumnya saat mereka berpapasan di depan bar tempat Freya bekerja.
Karena cewek itu tidak menjawab, Gabriel bertanya. “Tentang adikmu lagi?”
Tiba-tiba air muka Guaverra terangkat, seperti tersadar. “Ah, tidak, bukan apa-apa.” Ekspresi tidak nyaman. “Kemarin malam aku harus membantu keluargaku di rumah, jadi harus pergi lebih awal.” Pengalihan isu. “Oke, sampai jumpa.” Mengakhiri percakapan secepat mungkin.
Gabriel memperhatikan cewek itu berlalu. Ya, pasti ada masalah lagi dengan adiknya. Atau hal lain. Ia tidak tahu. Yang Gabriel tahu Guaverra berusaha tidak memikirkannya, tetapi untuk saat ini hal itu terus mengganggunya sampai dia tidak bisa menutupinya.
Semua orang di sekolah sudah tahu tentang Gabriel Henford, keluarganya, popularitasnya dan sebagainya. Itu juga karena ia sering menghilang yang membuat rumor beredar, dan tidak ingin repot-repot mengklarifikasinya. Tetapi di samping itu, Gabriel adalah pengalih isu dan perhatian yang andal.
Guaverra jelas-jelas tidak bisa mengalihkan isu dari dirinya. Terlalu terus terang. Cewek itu harus lebih banyak belajar dari Gabriel.
***
“Kau putus dengan Isabel?” seru Jerry tidak percaya.
Mereka semua sedang berada di tempat billiar. Seluruh anak-anak basket ada di sini, ada beberapa cewek juga. Para pemandu sorak, dan cewek-cewek beken. Kencan masal? Apalah namanya.
Gabriel menyodok bola cue dengan tongkatnya. Dua bola bernomor kecil masuk. “Ya.”
Jerry melihat sekeliling ruangan, lalu pandangannya kembali ke meja billiar. “Pantas saja aku tidak melihatnya malam ini. Man, kukira kau sudah bertaubat. Kau pacaran dengannya tiga bulan, itu rekor. Tak kusangka kalian putus juga.”
Gabriel hanya mengangkat bahu. Ia membidik bola lagi. “Dia cewek yang baik, tapi aku tidak benar-benar menyukainya.” Bola bernomor lima bergeliding masuk ke dalam lubang.
“Kukira kau jatuh cinta padanya pada pandangan pertama.”
“Dia cantik, dan badai. Itu mudah sekali untuk menarik perhatian cowok-cowok.”
“Yeah, benar.” Jerry melompat turun dari meja billiar, bersiap untuk membidik bola sasarannya.