Intact Yet Broken

Fann Ardian
Chapter #27

Chapter 27

Gabriel mengendarai motor melintasi kota setelah mengantarkan Juni ke sekolahnya. Juni adalah cewek baru Gabriel. Teknisnya mereka belum berpacaran, baru dua kali kencan. Ia bertemu dengan cewek itu di tempat billiar. Gabriel sebenarnya hanya menghubunginya sekali, tetapi ternyata Juni tetap mengiriminya pesan keesokan harinya.   

Juni tinggal di Brooklyn, seorang pemandu sorak. Jangan tanya Gabriel mengapa dirinya sering berkencan dengan pemandu sorak. Pemandu sorak menemani para pemain basket sudah menjadi hal yang lumrah, semacam pelengkap suasana. Dan modelan seperti itu banyak ia temui di sekitarnya. Yah, walaupun alasan sebenarnya adalah karena cewek itu cantik dan meladeni “pendekatan” Gabriel.  

Setelah memarkir motor, Gabriel menuju koridor loker. Saat sedang membuka kombinasinya, ia melihat Guaverra berjalan dari arah berlawanan. Cewek itu seperti biasanya mengambil buku dari dalam lokernya.  

Gabriel mengusap bagian belakang kepalanya. Sepertinya ia sedikit agak kasar pada cewek itu kemarin pagi. Mungkin ada hal-hal buruk menimpanya belakangan ini. Freya juga bilang tidak mudah punya adik semacam itu. Dan Gabriel malah memanggilnya seperti yang ia lakukan kemarin.  

Cowok itu berjalan menghampiri Khansa, sedikit ragu-ragu. “Hei.”   

Cewek itu menoleh. “Hei.” 

“Aku minta maaf soal kemarin,” mulainya. “Seharusnya aku tidak mengatakan itu.” 

Khansa tersenyum. “Aku juga.” Ia merapatkan buku di dadanya. “Kau hanya berusaha membantu. Aku tahu minggu-minggu kemarin aku selalu mengganggumu, dan sekarang aku malah bersikap tidak adil padamu.”   

“Kau tahu, kau tidak pandai mengalihkan isu,” ujar Gabriel sambil mengangkat bahu. “Dan sikap defensifmu terlalu mencolok.”  

“Yaaah, aku tahu. Kadang itu memang menyebalkan.”   

“Jadi, apa kita sudah berdamai?”  

Cewek itu nyengir. “Tentu.” Khansa menyapukan pandangan ke koridor mencari jam dinding. Tiga menit lagi bel pelajaran pertama akan berbunyi.  

“Sekarang... bisakah aku mendapatkan pelukan?”   

Kening Khansa sempat berkerut ketika Gabriel mengatakan itu, tetapi kemudian ia bisa melihat kilasan pemahaman di kedua mata cewek itu. Khansa mengangkat kedua lengannya dan melingkarkannya di leher Gabriel, dan cowok itu balas memeluknya. Gabriel mengistirahatkan kepalanya di antara bahu dan telinga Khansa. Ia merasa aman di sini. Di mana dirinya bisa mendapat ketenangan, yang membuatnya bisa dengan mudah bernapas. Dan untuk banyak hal, Gabriel tidak ingin menggantikannya dengan apapun.

***


Gabriel dan Khansa pergi ke pantai saat akhir pekan, tepatnya pada Sabtu pagi. Cewek itu memberitahunya kalau dia akan pergi ke pantai untuk jalan-jalan dan melepaskan penat, lalu mengajak Gabriel untuk ikut serta.

Mereka berdua berjalan-jalan di antara keramaian. Mengistirahatkan kedua lengan di atas pagar sebuah jembatan yang terbuat dari kayu, memandangi hamparan pasir dan orang-orang yang berjemur di bawahnya.  

Khansa menghirup udara pantai banyak-banyak. “Ini menyenangkan sekali, bukan,” ujarnya sambil mengarahkan wajahnya yang tersenyum lebar pada sinar matahari.  

Gabriel melipat kedua lengannya di atas pagar, memandang jauh ke laut.   

“Akan lebih menyenangkan jika Freddie juga ada di sini.” 

Gabriel menoleh pada Khansa. “Kenapa kau tiba-tiba membicarakannya?” pandangannya kembali ke pantai. “Tapi, ya, kau benar.” 

“Dia yang menyarankanku untuk pergi kemari,” jawab Khansa. Ia membalikkan tubuh dan menyandarkan kedua sikunya pada pagar. “Anak itu bercerita dia pergi ke pantai bersama paman dan bibinya.”    

“Dia memiliki keluarga yang penuh kasih.”  

Khansa manggut-manggut. “Ibunya yang bekerja di kafeteria juga baik dan ramah.”   

“Apa kau tahu ayah Freddie menjual es krim di Central Park?” tanya Gabriel.

Khansa menggeleng.

“Ayahnya berjualan menggunakan sebuah mini van. Freddie sering ikut bersamanya, apalagi saat akhir pekan. Wajar sekali jika bocah itu tumbuh menjadi anak yang baik dan riang.”  

Lihat selengkapnya